<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d28922767\x26blogName\x3dOrang+Indonesia\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://yamadhipati.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttps://yamadhipati.blogspot.com/\x26vt\x3d-1713047539980888827', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Thursday, December 20, 2012

Polisi Syari'ah dan Hudud

Banyak aktifis Islam yang mengira bahwa hukum hudud harus dilaksanakan dalam keadaan apapun demi terciptanya tatanan masyarakat yang Islami sesuai dengan ajaran syari'at Islam. Sehingga beberapa negara termasuk daerah di Indonesia menerapkan hukum syari'ah lengkap dengan perangkat polisi agama yang mengawalnya. Benarkah Islam mengajarkan demikian?

Jika kita mau membaca dan menelaah kisah-kisah kejadian yang berkenaan dengan dilaksanakannya hudud pada masa Nabi dan sahabat, maka kita akan menjumpai bahwa sebenarnya Islam mengajarkan kepada kita untuk memaafkan, menutupi aib dan kesalahan manusia sehingga sebisa mungkin jangan sampai hukuman hudud itu dilaksanakan.

Islam bukan saja tidak menganjurkan dibentuknya satuan polisi syari'ah, bahkan Islam melarang dan mengharamkan hal tersebut. Memata-matai atau mencari-cari kesalahan dan aib maksiat orang sangat dilarang oleh agama kita, baik itu dilakukan oleh individu maupun oleh sebuah satuan polisi yang dibentuk oleh negara. Hanya ketika seorang pelaku maksiat tertangkap basah bukan karena dimata-matai, serta ada tuntutan dari fihak lain, barulah hukuman hudud itu dijatuhkan atas pelaku tersebut.

Dalam salah satu risalahnya, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi menukil beberapa hadis serta atsar yang berkenaan dengan bagaimana Nabi kita s.a.w dan para sahabat bersikap mengenai pelaksanaan hudud ini.

Imam Hakim meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa pada suatu malam ia meronda bersama Umar di Madinah. Ketika mereka sedang berjalan, ada yang menyalakan api di sebuah rumah, maka keduanya bergegas menuju ke sana, sehingga ketika sudah dekat dengan rumah tersebut, ternyata pintunya terkunci. Di dalamnya terdengar ada suara keras (riuh), maka Umar berkata sambil memegang tangan Abdur Rahman, "Tahukah kamu rumah siapa ini?" Abdurrahman menjawab, "Tidak" Umar berkata, "Ini rumah Rabitah bin Umayah bin Khalaf, mereka sekarang minum khamr, bagaimana pendapatmu? "Abdurrahman berkata, "Saya berpendapat bahwa kita telah mlakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, Allah telah melarang kita dengan firman-Nya, "Walaa Tajassasuu," sementara kita telah bertajassus, kemudian Umar pergi meninggalkan mereka." (HR. Hakim)

Dari kejadian itu kita bisa melihat bahwa meskipun kejadian tersebut diketahui oleh Umar dan Abdurrahman secara tidak sengaja, namun mereka merasa tidak berhak mengambil tindakan meskipun mereka adalah fihak yang "berwenang" kala itu, karena mereka berdua takut akan firman Allah yang melarang kita dari perbuatan tajassus yakni memata-matai dan mencari-cari aib maksiat orang lain.

Dari Zaid bin Wahb, ia berkata, "Ada seorang laki-laki datang kepada Ibnu Mas'ud, kemudian bertanya, "Maukah engkau melihat Walid bin 'Uqbah yang jenggotnya meneteskan khamr ?," maka Ibnu Abbas berkata, Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kita untuk bertajassus, tetapi jika nampak di hadapan kita maka kita bertindak (untuk menghukumnya) (HR. Abu Dawud dan Hakim).

Demikianlah sikap sahabat ternama Ibnu Masud. Beliau tidak lantas bergegas mendatangi Walid yang dilaporkan oleh seseorang bahwa jenggotnya meneteskan khamr yang menandakan dia baru saja minum arak.

Diriwayatkan dari empat orang sahabat; Jubair bin Nafir, Katsir bin Murrah Miqdam bin Ma'di Karib dan Abi Umamah Al Baahili ra, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Sesungguhnya amir (seorang pemimpin) itu apabila mencari keraguan pada manusia maka akan merusak mereka." (HR. Abu Dawud)

Hadis diatas mengajarkan kepada kita bahwa apabila fihak penguasa mencari-cari kesalahan dan maksiat rakyatnya, maka hal itu bukan membawa kebaikan tapi justru akan merusak kehidupan masyarakat. Nabi menganjurkan kepada umatnya untuk menutup aib maksiat diri sendiri maupun orang lain.

Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW setelah melaksanakan hukuman (had) pada Ma'iz bin Malik Al Aslami, beliau berdiri, kemudian bersabda, "Jauhilah perbuatan kotor ini yang telah Allah larang, maka barangsiapa yang terjerumus dalam perbuatan ini maka hendaklah memohon kepada Allah untuk menutupinya, dan hendaklah bertaubat kepada Allah, karena barangsiapa membuka kepada kami lembaran (kesalahan)-nya maka kami berlakukan kepadanya Kitab (hukum) Allah." (HR. Hakim)

Laki-laki bernama Ma'iz ini datang kepada nabi mengaku telah berzina dan meminta untuk dirajam. Rosulullah menjatuhkan hukuman itu kepada Ma'iz setelah dia mendatangi beliau empat kali dan nabi memberitahunya bahwa pengakuannya tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakannya rajam. Tapi Ma'iz bersikeras, akhirnya nabipun melaksanakan hukuman tersebut. Kejadian serupa juga terjadi pada seorang wanita Ghamidiyah.

Diriwayatkan dari Abi Burdah, dari ayahnya, ia berkata, "Kami adalah sahabat Nabi SAW kami berbincang-bincang bahwa seandainya Ma'iz dan orang wanita itu tidak datang yang keempat kalinya maka Rasulullah tidak akan menuntut kepadanya." (HR. Hakim)

Hal ini menunjukkan bahwa seandainya kedua orang itu tidak datang berkali-kali dan meminta untuk dijatuhkan hukuman rajam, maka nabi tidak akan melaksanakan hukuman tersebut, yang berarti pula mereka bisa bertaubat tanpa harus dirajam.

Nabi SAW pernah bersabda kepada Hazal, yaitu orang yang mendorong Ma'iz untuk mengaku di hadapan Nabi SAW"Jika seandainya kamu menutupinya dengan bajumu niscaya akan menjadi kebaikan untukmu." (HR. Hakim)

Hadis diatas mengajarkan bahwa seandainya orang yang mengetahui perbuatan zina orang lain menutupi aibnya, maka hal tersebut adalah sebuah kebaikan. Dari konteks kisah Ma'iz tersebut tentu saja harus ada upaya dari pelaku zina untuk bertaubat dan menyesali perbuatannya. Dengan demikian si saksi tidak perlu membuka aibnya di depan orang.

Dari Abi Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang menutupi (aib) saudara Muslimnya di dunia maka Allah akan menutupi (aib)-nya di dunia dan di akhirat." (HR. Abu Dawud)

Dari Abi Hurairah ra, dan Nabi SAW; beliau bersabda, "Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aib-nya di hari kiamat." (HR. Hakim)

Dari Katsir pembantu 'Uqbah bin 'Amir, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa melihat aurat (aib seseorang), lalu menutupinya, maka ia seperti orang yang menghidupkan kembali anak perempuan yang dikubur secara hidup-hidup dari kuburnya." (HR. Abu Dawud dan Hakim)

Kita juga dianjurkan untuk menyelesaikan beberapa perkara kejahatan dengan cara kekeluargaan dan nasehat yang baik. Jika kita menangkap pencuri di rumah kita, kita tidak harus melaporkannya ke polisi dan menuntutnya di pengadilan. Cukuplah kita meminta si pencuri untuk mengembalikan barang yang dicuri dan menasehatinya agar bertaubat. Kita tidak diwajibkan membawa pencuri tersebut kepada pengadilan untuk dipotong tangannya, bahkan ktia tianjurkan untuk memaafkan.

Dalam hal ini ada hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar sebagai berikut:

"Saling memaafkanlah di antara kamu dalam kaitannya dengan hukuman hudud, karena apa-apa (keputusan) yang telah sampai kepadaku dari hukuman berarti wajib (dilaksanakan)." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

Ibnu Mas'ud berkata: "Sesungguhnya aku akan menyebutkan pertama kali orang yang dipotong (tangannya) oleh Rasulullalh SAW "Adalah didatangkan seorang yang mencuri maka diperintahkan untuk dipotong, tetapi seakan wajah Rasulullah SAW nampak menyesal, maka sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, seakan-akan engkau tidak suka memotongnya, " Nabi bersabda, "Tidak ada yang menghalangi aku, janganlah engkau menolong syetan atas saudara kamu, karena tidak pantas bagi seorang imam apabila telah sampai padanya hukuman kecuali harus melaksanakannya, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, cinta untuk mengampuni, Allah berfirman, "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nuur: 22)" (HR. Hakim).

Kisah diatas menunjukkan bahwa apabila suatu kasus sudah dibawa ke pengadilan dan diketahui oleh publik, maka hukuman hudud harus ditegakkan, meskipun demikian, raut muka rasulullah menunjukkan penyesalan. Kemudian beliau menasehati para hadirin dengan mengatakan bahwa memaafkan dan berlapang dada itu lebih bagus daripada membawa perkara tersebut ke pengadilan.

Di sini kita perlu membedakan antara kerugian pribadi dimana kita dianjurkan untuk memaafkan si pelaku pencurian dan sejenisnya dengan tindakan pencurian oleh seorang pejabat terhadap harta yang menjadi hak rakyat banyak seperti korupsi.

Menurut pertimbangan logika, hampir tidak mungkin setiap individu dari dua ratus juta lebih rakyat Indonesia akan memaafkan seorang pelaku korupsi. Apa yag dilakukan oleh seorang koruptor bukan saja sebuah pencurian biasa, melainkan sebuah tindakan yang merusak karena akibat yang ditimbulkannya sangat besar dan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu para ulama NU bahkan menganjurkan agar para koruptor dihukum mati, karena perbuatan mereka itu termasuk fasad, atau melakukan kerusakan di muka bumi yang pelakunya boleh dibunuh.

Suatu hari ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah s.a.w dan mengaku bahwa dia telah melakukan sesuatu yang mewajibkannya untuk dihukum. Nabi tidak menanyakan tentang maksiatnya, bagimana ia melakukannya ataupun berbicara mengenai hukumannya. Beliau justru menganggap pengakuannya tersebut sebagai tanda taubat, sehingga dia tidak perlu dijatuhi hukuman hudud.

Dari Abi Umamah, sesungguhnya ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi SAW lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berbuat (sesuatu) yang harus dihukum, maka hukumlah aku." Nabi bersabda, "Apakah kamu berwudhu ketika kamu datang (ke mari)," laki-laki itu menjawab, "Ya," Nabi bersabda, "Apakah kamu shalat bersama kami ketika kami shalat?" Orang itu berkata, "Ya," Nabi bersabda, "Pergilah, sesungguhnya Allah SWT telah memaafkan kamu." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i).

Dari kejadian diatas, Syaikh Al Qaradawy mengatakan bahwa ada beberapa ulama dari kalangan salafussolih yang berpendapat bahwa seorang hakim berhak membatalkan hukum had apabila nampak tanda-tanda taubat dari si pelaku. Syaikh Al Qaradawi juga mengatakan bahwa pendapat tersebut ditarjih oleh Imam Ibn Taimiyah dan Ibn al Qoyim karena itu beliau (Al Qaradawi) juga memilih untuk menyetujui hal tersebut dalam konteks penerapan hudud pada jaman sekarang. Silakan buka link berikut: http://www.qaradawi.net/library/53/2534.html

Pendapat saya pribadi (penulis), dengan melihat hal diatas, maka tidak ada larangan dalam membuat hukuman selain memotong tangan si pencuri agar jera dari perbuatanya misalnya dengan menuntut agar si pencuri dihukum penjara selama beberapa tahun. Bahkan jika dilihat dari hadis-hadis diatas, upaya untuk membuat pelaku maksiat agar bertaubat dan kembali menjadi seorang muslim yang baik adalah lebih baik daripada menjatuhkan hukuman had.

Kalau memaafkan dan memberi nasehat saja boleh dan dianjurkan oleh nabi, apalagi sekedar mengurangi hukuman dari potong tangan menjadi hukuman penjara. Tujuan memberi nasehat dan memaafkan adalah agar pelaku kejahatan insaf dan bertaubat, maka jika dirasa bahwa dengan nasehat saja si pelaku kejahatan tidak akan jera, maka tidak ada salahnya memberikan hukuman jenis lain yang bertujuan membuatnya jadi insaf dan bertaubat.

Bahkan keluarga korban pembunuhan dianjurkan untuk memaafkan si pembunuh sehingga pelaku tidak perlu dihukum mati, baik dengan membayar diyat ataupun dengan keikhlasan maaf dari fihak keluarga.

Khalifah Umar pernah beberapa kali berijtihad untuk tidak menjatuhkan hukuman potong tangan terhadap pencuri dalam beberapa kasus. Diriwayatkan oleh Qasim bin Abdurrahman bahwa ada seorang laki-laki yang mencuri harta Baitul Mal, lalu Sa’ad bin Abi Waqas menulis surat kepada khalifah umar perihal laki-laki tersebut. Umar pun membalas surat Sa’ad yang isinya pelarangan potong tangan bagi pencuri karena ia menganggap pencuri itu mempunyai hak terhadap harta Baitul Mal. Kejadian itu terjadi pada masa paceklik atau famine.

Bahkan Imam Malik dalam kitab “al-Muwatta’”-nya meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr al-Hadhrami datang mengadu kepada khalifah Umar perihal budaknya yang mencuri cermin putrinya yang harganya 60 dirham, tapi jawaban khalifah Umar ketika itu, “Lepaskanlah dia, tiada pemotongan tangan baginya.” Dan masih banyak riwayat yang lain.

Semua jenis hukuman yang diajarkan oleh Islam adalah bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang baik dan berakhlak. Kebijaksanaan serta usaha untuk mewujudkan masyarakat yang berakhlak itu harus lebih diutamakan dan didahulukan daripada menjatuhkan hukuman hudud. Wallau A'lam.

Read more! Baca selengkapnya!

Wednesday, November 28, 2012

Nikah Muth'ah Ala Saudi-Wahaby

Bismillahirrohaminrrohim, walhamdulillah robbil alamiin, wassholaatu wassalaamu ala rosulillah wa ala ahlihi wa sohbihi ajma'in.

Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh praktik "pelacuran" di daerah Puncak dan beberapa tempat lain yang mengatas namakan nikah sementara. Praktik tersebut tiada bedanya dengan Muth'ah sebagaimana dihalalkan oleh golongan Syi'ah. Hanya saja dalam akadnya tidak disebutkan batas waktu pupusnya ikatan nikah.

Praktik semacam ini marak dilakukan setelah keluarnya fatwa oleh lajnah yang diketuai Abdul Aziz bin Abdullah bin bazz yang menghalalkan pernikahan oleh lelaki muslim yang tinggal di luar negeri dengan wanita lokal dimana fihak lelaki sejak awal sudah meniatkan akan mentalak wanita yang dinikahinya tersebut di kemudian hari. Bin Bazz juga mengklaim bahwa hal tersebut merupakan pendapat juhmur ulama. Silakan baca tautan berikut: http://www.binbaz.org.sa/mat/26

Diantara masalah utama yang membedakan nikah yang sah dalam pandangan sunni dengan nikah muth'ah adalah tiadanya tujuan membangun sebuah keluarga yang langgeng. Para ulama sunni menyatakan bahwa jika seorang lelaki menikahi seorang wanita namun sejak awal berniat akan menceraikannya setelah beberapa waktu, maka nikahnya tersebut tidak sah, baik niat itu dikatakan dan diketahui oleh orang lain ataupun disimpan di dalam hati.

Apabila niat itu dikatakan dan diketahui orang lain ketika melakukan ijab dan qobul, maka tidak sahnya nikah tersebut bisa diketahui dan para saksi harus membatalkan akad nikah itu karena hal itu tidak ada bedanya dengan transaksi pelacuran. Tapi jika si lelaki yang menikah itu menyimpan niatnya dalam hati, maka dia sendiri yang melakukan maksiat, karena para saksi dan wali tidak mungkin mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati pengantin lelaki. Para ulama harus mengingatkan akan kebathilan dan dosa memiliki niat yang sedemikian itu.

Anehnya, para ulama Saudi mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa hal tersebut boleh dilakukan dan bahwa nikah yang demikian itu adalah sah bahkan mengklaim bahwa hal tersebut disetujui oleh jumhur ulama. Bin Bazz mengatakan bahwa urusan niat adalah urusan antara seorang hamba dengan Allah. Sehingga meskipun ada niat talak di kemudian hari, nikah tersebut tetaplah sah.

Tentu saja setiap amal ibadah adalah sah jika memenuhi syarat dan rukunnya. Dan setiap ibadah mu'amalah di dunia juga sah menurut hukum dan pandangan manusia apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Tapi jangan pernah melupakan bahwa niat dan keikhlasan adalah ruh dari segala ibadah. Seharusnya fatwa seperti itu tidak pernah dikeluarkan oleh lajnah yang berisi para ulama, karena hal tersebut hanya akan memberikan tasyji' atau alasan pembenar bagi kaum fasik yang hanya ingin memuaskan nafsu.

Untuk memahami kebathilan hal ini kita bisa mengambil contoh dari seseorang yang melakukan suatu amalan ibadah tapi dengan niat dan tujuan lain. Jika ada salah seorang dari kita pergi haji dan menjalankan semua syarat dan rukunnya, maka menurut pandangan manusia orang tersebut telah melaksanakan rukun Islam yang kelima. Tapi jika orang tersebut menjalankan ibadah haji itu dengan niat agar bisa melamar anak gadis kepala kampung, bukan karena ia benar-benar berniat iklash beribadah, maka pada hakikatnya haji yang dilaksanakan itu tidaklah diterima, bahkan dia merupakan sebuah tindakan syirik, meskipun orang kampung sudah sah memanggilnya Bang Haji.

Maka para ulama harus senantiasa memberi nasehat mengenai niat yang baik serta ikhlash dalam beribadah. Bukan malah menganjurkan kaum muslimin menyembunyikan niat jahat ketika melakukan suatu ibadah. Ingat, apa yang sah dalam pandangan manusia tidak selalu sah dan baik secara hakikat, jika tidak ada keikhlasan dan niat yang baik dalam setiap amal ibadah.

Muth'ah Ala Saudi Atau Muth'ah Wahaby Bukanlah Nikah Misyar

Praktik pelacuran Muth'ah Saudi ini saat ini terkenal dengan istilah nikah misyar. Ini adalah sebuah pembajakan istilah yang sangat keji. Nikah misyar tidak ada hubungannya dengan Muth'ah Saudi ini. Nikah misyar dalam istilah fikih adalah nikah yang memenuhi semua syarat dan rukun yang sesuai dengan ajaran sunni termasuk niat membangun pernikahan yang langgeng tanpa ada niat cerai ataupun kontrak sampai suatu masa tertentu. Yang membedakan nikah misyar dengan istilah lain adalah, dalam misyar, fihak isteri yang sudah mapan dan mampu secara ekonomi tidak mewajibkan suaminya untuk memberi nafkah.

Definisi nikah misyar adalah:

أن يعقد الرجل زواجه على امرأة عقدًا شرعيّاً مستوفي الأركان والشروط ، لكن تتنازل فيه المرأة عن بعض حقوقها كالسكن أو النفقة أو المبيت

Para ulama sunni semisal Dr. Nasr Farid Wasil (Bekas Mufti Mesir), Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Dr. Ali Jum’ah Al-Syafie, Dr. Wahbah Az-Zuhaily semua mengatakan nikah misyar adalah sah. Dia tidak berbeda dengan nikah yang selama ini dipraktikkan oleh masyarakat sunni, hanya saja ada tambahan istilah misyar pada masa sekarang untuk membedakan dengan nikah yang biasanya fihak lelaki harus memberi nafkah kepada isterinya.

Mari kita berhenti menyebut praktik pelacuran Muth'ah Saudi tersebut dengan istilah Misyar. Kita harus menghentikan kerancuan serta pembajakan istilah misyar untuk menutupi praktik keji daripada nikah Muth'ah ala Saudi tersebut. Sejak saat ini mari kita sebut praktik pelacuran seperti yang dijelaskan diatas itu dengan istilah Muth'ah Saudi atau Muth'ah Wahaby.

Wallahu A'lam.

Read more! Baca selengkapnya!

Sunday, November 25, 2012

Mazhab Salafy Adalah Mazhab Yang Paling Benar Dan Baik Dalam Islam

Bismillahirrohmaanirrohiim, Walhalmdulillahi robbil alaminn, wassholaatu wassalaamu ala rosulillah wa'ala alihi wa ashabihi ajma'in. Wa ba'du.

Shaikh Al Albany Rohimahullah, menyatakan bahwa seorang muslim tidak boleh mengatakan bahwa dirinya tidak bermazhab selain mazhab Islam atau bermazhab Islam yang sesuai dengan Al Quran dan Hadits. Karena semua mazhab juga tidak mau dikatakan sebagai aliran yang tidak sesuai dengan Al Quran dan Hadits. Pada kenyataanya, memang ada banyak firqoh dan mazhab dalam dunia Islam. Keberadaan firqoh-firqoh dalam dunia Islam adalah fakta; ada orang Islam yang menganut mazhab Syi'ah, ada yang Mu'tazilah, ada yang bermazhab Syafi'iy, Hanbali, Asy'ariy dan lain-lain. Dan karena sampainya Alquran dan Hadis serta ajaran islam secara keseluruhan juga melalui para ulama yang merupakan para pewaris nabi, dimana para ulama itu juga adalah termasuk daripada golongan-golongan atau mazhab tertentu, maka mazhab atau identifikasi diri dan kelompok adalah suatu keniscayaan dan merupakan hal yang lumrah belaka.

Pertanyaan kita sekarang adalah, tepatkah atau baikkah kita mengidentifkasi diri atau kelompok sebagai bermazhab salafy? Mengenai siapa golongan salaf, jumhur ulama dan kaum muslimin umumnya menunjuk pada orang-orang generasi pertama, kedua dan ketiga dalam Islam yang sholih-sholih dan baik.

Orang-orang salaf adalah sebaik-baik umat Muhammad, merekalah golongan orang Islam paling sholih dan bertaqwa. Dengan demikian kita boleh juga mengidentikkan kaum salaf dengan kaum mukmin yang bertaqwa pada generasi awal. Kata asshoolihuun juga disebutkan dalam alquran untuk merujuk kepada hamba-hamba Allah yang baik dan bertaqwa. Begitu pula dengan kata siddiiquun dan lain-lain kata yang menunjukkan arti pujian atas kebaikan yang terdapat pada orang-orang tertentu yang memiliki kualitas ketaqwaan yang tinggi dengan jenis dan ciri-cirinya masing-masing.

Menjadi muslim atau mukmin yang sebenarnya adalah juga berarti menjadi sholih. Kaum salaf itu adalah orang2 sholih, yaitu sebenar-benarnya muslim yang sejati atau kaum yang praktik ber-Islamnya paling sesuai dengan ajaran nabi--meskipun diantara mereka juga terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dalam beberapa hal. Nah di sini, kira-kira dalam pandangan etika maupun logika, patutkah atau bolehkah kita mengidentifikasi diri dan kelompok sebagai salafy, yang juga berarti sholih, atau sebaik-baik muslim? Lalu bagaimana dengan orang lain atau kelompok lain? Apakah berarti kita mengatakan mereka itu bukanlah orang sholih dan bukan muslim yang benar?

Bukankah adab para ulama yang sholih bahkan mengucapkan "Mukmin Insya Allah" ketika ada pertanyaan "Hal Mukminun anta?" Para ulama menjelaskan mengenai hal ini dengan membedakan jenis pertanyaan yang diajukan tersebut menjadi dua; pertama, jika pertanyaan itu ditanyakan untuk mencari tahu apakah yang ditanya itu seorang non muslim atau muslim. Dalam hal ini maka kita dianjurkan untuk menjawab dengan tegas bahwa kita adalah mukmin atau muslim. Tapi jika pertanyaan itu diajukan untuk mencari tahu mengenai kualitas keimanan atau keislaman, maka para ulama menjawab dengan kata "Mukmin Insya Allah", karena mereka bersikap tawadhu' dan meskipun mereka sudah dipandang sebagai ulama yang sholih tapi mereka tidaklah tahu apakah Allah sudah meridhoi mereka dan apakah benar bahwa mereka adalah mukmin sejati dalam pandangan Allah. Mereka juga ingat akan nasihat Allah yang melarang untuk menganggap diri sudah baik dan suci. Allah berfirman: " Laa tuzakkuuw anfusakum." Firman Allah itu kalau dimaknai secara bebas dan luwes dengan gaya bahasa kita saat ini, maka ia mengandung arti "Jangan sok suci".

Dengan menganggap diri atau kelompok sebagai pengikut atau golongan yang mempraktikkan Islam dengan cara paling baik sebagaimana golongan salaf generasi awal Islam, bukankah itu sebuah tindakan memuji diri sebagai kelompok yang paling benar dan paling baik? Dan dengan identifikasi tersebut, bukankah kelompok tersebut secara tidak langsung juga menganggap atau mengidentifikasi golongan lain sebagai golongan yang tidak salafy atau tidak benar-benar Islam?

Dari uraian diatas bisa difahami bahwa mengidentifikasi diri sebagai salafy berarti juga menyatakan bermazhab Islam, atau Islam yang paling baik. Nah jika demikian, bukankah itu kontradiktif dengan penjelasan shaikh Al Albany Rohimahullah yang mengatakan bahwa mengaku bermazhab Islam itu tidak tepat, karena pada dasarnya tidak ada pemeluk Islam--apapun mazhabnya--yang tidak merasa mengikuti ajaran Islam yang benar.

Bukankah akan lebih tepat dan masuk akal jika penyebutan atau penamaan suatu mazhab itu dinisbatkan kepada pencetus pemikiran tersebut dan hal-hal yang berhubungan dengan si mujtahid ataupun ciri-ciri dan pandangan dari kelompok itu? Seperti Mazhab Hanbali yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal rohimahullah atau mazhab Qodariyah yang dinisbatkan kepada ciri-ciri pandangan mereka.

Identifikasi diri adalah sebuah keniscayaan. Karena dengan itu seseorang atau sebuah kelompok mampu menunjukan kepada khalayak ramai mengenai identitas pemikiran ataupun aliran mereka sehingga mereka bisa menyebarkan keyakinan serta ajaran yang mereka anggap baik itu kepada umat. Namun demikian, identifikasi diri tersebut seyogyanya tidak mengandung arti--baik secara eksplisit maupun implisit--yang menyatakan bahwa mazhab lain adalah salah atau tidak sesuai dengan Islam yang sebenarnya, kecuali jika fihak atau mazhab lain itu benar-benar memilki ciri atau pandangan yang sangat bertentangan, misalnya identifikasi sunni untuk membedakan diri daripada syi'ah. Meskipun orang-orang Syi'ah juga sebenarnya tidak rela dianggap sebagai kelompok yang tidak mengikuti sunnah rosul.

Dengan demikian, mengidentifikasi diri sebagai bermazhab salaf sama tidak tepatnya dengan menyebut diri bermazhab Islam atau bermazhab sholih, bermazhab benar, taqwa dan kata-kata pujian lain yang semisal.

Praktik ber-Islam sebagaimana yang diamalkan oleh para al-salafu al-solih dari golongan sahabat, tabi'in dan tabi'i tabi'in itu adalah praktik menjalankan agama dengan cara yang paling baik dan benar. Jika itu boleh disebut sebagai sebuah mazhab, maka itu adalah mazhab yang paling sesuai dengan ajaran Muhammad s.a.w. Kita semua dianjurkan untuk selalu mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan yang dipraktikkan oleh mereka.

Yang tidak boleh adalah mengklaim diri sendiri dan kelompok sebagai satu-satunya golongan yang bermazhab sesuai dengan salafussolih itu, selain karena setiap kelompok juga berusaha mengamalkan Islam yang sesuai dengan yang diajarkan nabi sebagaimana diamalkan oleh para salafussolih, menganggap diri sebagai satu-satunya kelompok yang paling benar dan sesuai dengan praktik para salafussolih justru bisa menjerumuskan kita kepada ber-Islam dengan cara Khawaraij yang karena sempitnya akal dan hati serta dangkalnya iman merasa sebagai golongan yang paling benar lalu mengkafirkan dan menganggap sesat ulama-ulama lain yang sholih dan lebih dalam pemahaman agamanya sebagaimana terjadi pada pengkafiran sahabat Ali oleh mereka.

Saya seringkali memberikan contoh mengenai tokoh Islam yang ingin menjalankan Islam sebagaimana yang difahami dan dipraktikkan oleh para salafussolih dengan mengingatkan tentang kesadaran seorang Imam Al Bukhori. Beliau ini pengumpul hadits paling terkenal dan paling shahih kualitas hadits-haditsnya. Beliau faham bahasa Arab serta hafal Al Quran sejak kecil. Tapi beliau merasa bahasa Arabnya kurang mumpuni, dan merasa kepintarannya kurang dalam melakukan istimbath atau menyimpulkan hukum-hukum dari Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu beliau mengikuti mazhab Syafi' dalam memahami hukum-hukum Islam.

Para ahli hadis selain Al Bukhori, yang mengikuti mazhab Syafi'i adalah At Tirmidzi dan Imam Muslim, namun beberapa ulama ada yang mengatakan bahwa Imam Muslim mengikuti mazhab Hambali. Beberapa ahli hadits lain semisal An Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la, dan Al Bazzar juga mengikuti mazhab para Imam mazahib lain padahal mereka hafal ribuan hadis beserta sanadnya dan juga hafal Al Quran.

Jumlah hadits nabi sangat banyak. Bahkan dalam satu perkara saja terkadang terdapat puluhan hadis serta atsar dari para sahabat. Diperlukan ketaqwaan serta kecerdasan dan ketelitian yang lebih untuk mampu memahami, menyarikan, bersitimbath dan mengambil hukum yang paling tepat dari banyaknya hadits tersebut serta kesesuaiannya dengan ayat-ayat Al Quran. Selain menguasai banyak hadis, seorang ulama yang mampu melakukan istimbath hukum juga pasti diberkahi oleh Allah dengan pemahaman akan makna ayat-ayat Al Quran. Kenyataanya, memang tidak semua orang memiliki kecerdasan dalam memahami makna dari ayat-ayat Al Quran.

Kalau sekedar memahami terjemahan atau arti ayat-ayat Al Quran, tentu semua orang yang waras bisa. Tapi memahami takwil dan makna yang mendalam hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. Oleh karena itu nabi Muhammad s.a.w mendoakan Ibnu Abbas agar diberkahi oleh Allah pemahaman takwil Al Quran.

Sikap yang diambil oleh para ulama ahli hadits tersebut bukanlah sebuah taklid yang tercela. Justru mereka ingin mendapatkan pemahaman yang baik agar mereka bisa menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafussolih. Mereka ber-ittiba' dalam memahami hukum-hukum Islam. Mereka tidak sekedar ikut atau fanatik dengan mazhab tertentu secara membabi buta karena mereka itu para penghafal Al Quran dan penghafal hadits. Mereka tahu dalil-dalil naqli dari ayat-ayat Quran serta hadis-hadis dan atsar yang digunakan oleh para imam mazahib serta logikanya kenapa para imam tersebut bisa sampai pada kesimpulan hukum tertentu.

Begitulah caranya kalau kita ingin memahami, ber-manhaj dan mempraktikkan Islam sesuai dengan ajaran yang sebenarnya dari nabi sebagaimana dipraktikkan oleh para salafussolih. Bagi para santri dan mahasiswa yang sudah belajar bahasa Arab, tafsir serta hadis, tidak boleh asal ikut suatu mazhab. Mereka berkewajiban membaca dan mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama mazahib ketika mengikuti pendapat mereka. Boleh jadi dalam suatu perkara seorang santri setuju dengan mazhab Hanafi, tapi dalam hal lainnya ia menganggap pendapat Imam Ahmad lebih masuk akal dan sesuai dengan dalil-dalil naqli.

Imam Al Ghazali yang bermazhab Syafi'i itu mengatakan lebih cenderung untuk mendukung pendapat Imam Malik dalam masalah air untuk bersuci daripada pendapat Syafi'i. Kita tidak diwajibkan terkungkung dalam satu mazhab. Kita boleh mengikuti mazhab tertentu dalam suatu perkara namun setuju dengan pendapat mazhab lain dalam perkara yang berbeda.

Bagi sarjana-sarjana Islam yang memiliki kemampuan lebih dan telah menghafal Al Quran serta menguasai Bahasa Arab dan Tafsir, ulumul Quran, juga ilmu-ilmu hadis secara mendalam, mereka bisa menjadi mujtahid. Tentu saja untuk menjadi mujtahid yang baik, mereka juga harus banyak memiliki referensi dari para ulama mujtahid yang terdahulu. Mengetahui seluk beluk ijtihad, mempelajari metode-metode istimbath yang digunakan oleh para Imam mazahib dan ulama-ulama lainnya. Lalu apabila ternyata dia menjumpai bahwa sudah ada banyak permasalahan dalam umat Islam yang telah dipecahkan oleh para mujtahid sebelumnya, maka sebaiknya para mujtahid baru ini berkonsentrasi pada permasalahan-permasalahan baru yang belum dicarikan jawabannya oleh para mujtahid terdahulu.

Adapun bagi orang-orang awam yang tidak pernah mengaji ilmu-ilmu agama secara cukup, yang hidupnya banyak dihabiskan untuk bekerja dan kegiatan lain serta tidak memungkinkannya untuk membaca kitab-kitab keagamaan, maka bagi mereka cukuplah mengikuti mazhab tertentu melalui para ulama yang berada di sekitarnya. Kita diajarkan untuk fas'aluu ahlazzikri in kuntum laa ta'lamuun. Untuk bertanya kepada ulama jika kita tidak tahu. Kita tidak mungkin mewajibkan orang-orang awam untuk mengkaji fiqih muqorin semisal al fiqhu 'lislamiyyu wa adillatuh agar terbebas daripada taklid.

Demikian itu cara mengikuti ajaran nabi melalui para ulama dengan cara yang bijaksana. Berbeda tingkatan keilmuannya, berbeda pula kewajiban dan sikap yang harus diambil.

Jadi begitulah urutannya kalau kita ingin mempraktikkan Islam dengan cara yang benar. Karena kita tidak bisa berjumpa dengan Nabi di dunia, maka kita berpegang pada Al Quran dan Hadits. Dan supaya praktik beragama kita sesuai dengan ajaran nabi melalui Al Quran dan Hadits, maka kita harus mengikuti pemahaman dan praktik para salafussolih. Untuk bisa berjalan diatas jalan yang ditempuh oleh para salafussolih itu kita harus mengikuti para ulama yang dikatakan oleh nabi sebagai pewaris para nabi. Al quran, hadits, atsar dan ilmu-ilmu agama itu bisa sampai kepada kita hari ini karena adanya para ulama yang menyampaikannya kepada umat.

Teks Al Quran itu akan terjaga sebagaimana janji Allah. Buku-buku hadis juga Insya Allah akan senantiasa ada. Tapi ilmu dan pemahamannya bisa hilang dan terkikis jika para ulama meninggal.

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash RA, dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menghapuskan ilmu agama dengan cara mencabutnya dari hati umat manusia. Tetapi Allah akan menghapuskan ilmu agama dengan mewafatkan para ulama, hingga tidak ada seorang ulama pun yang akan tersisa. Kemudian mereka akan mengangkat para pemimpin yang bodoh (ulama bodoh). Apabila mereka, para pemimpin bodoh itu dimintai fatwa, maka mereka akan berfatwa tanpa berlandaskan ilmu hingga mereka tersesat dan menyesatkan.'' {Muslim 8/60}

Maka mengikuti istimbath hukum Imam Syafi'i sebagaimana dilakukan oleh Al Bukhori, Tirmizi ataupun Imam Muslim adalah juga berarti mengikuti jalan--atau kalau boleh kita sebut mazhab--para salafussolih. Mengikuti mazhab Hanbali, Maliki atau Hanafi juga adalah mengikuti jalan salafussolih. Dan jalan para salafussolih itu adalah sebaik-baik jalan dan mazhab yang paling benar.

Dengan demikian akan lebih tepat jika ummat Islam yang mengikuti istimbath hukum Syaikh Al Albany rohimahullah disebut sebagai pengikut mazhab Albany karena menurut saya beliau memenuhi syarat untuk disebut sebagai seorang mujtahid. Dan sebagai seorang mujtahid sebagaimana para mujtahid terdahulu, tentu beliau harus memberi tahu pengikutnya bahwa tidak semua pendapatnya dalam beristimbath hukum itu selalu benar. Dan seorang mujtahid tidak boleh mengklaim bahwa pendapatnya itu adalah kebenaran mutlak dan mewakili kebenaran Al Quran serta Hadits. Karena setiap mujtahid juga membaca Al Quran dan hadits-hadits yang sama, namun mereka ada kalanya berbeda dalam menyimpulkan hukum. Adapun menggunakan term salafi untuk satu mazhab saja tidak tepat sebagaimana saya uraikan diatas. Wallahu A'lam.

Read more! Baca selengkapnya!

Sunday, January 18, 2009

FAKTA DAN SEJARAH KONFLIK ARAB-ISRAEL

Agama Islam mengajarkan bahwa kezaliman yang ditimpakan kepada kita tidak boleh membuat kita berpaling dari bersikap dan berpandangan adil. Dalam memandang konflik Arab-Israel selama ini sudahkah kita bersikap adil? Kita juga diajarkan kalau terjadi pertikaian antara seorang muslim dan non muslim, kita dilarang membela salah satu fihak berdasarkan kesamaan agamanya tanpa melihat fakta dan permasalahannya.

Agar kita tidak jatuh dalam penghakiman yang tidak berdasarkan sejarah dan fakta, saya mengajak saudara semua untuk membaca dan mempelajari sejarah konflik Arab-Israel sebelum mengucapkan komentar-komentar yang ternyata justru merupakan komentar yang zalim.

Saya mengajak saudara-saudara semua untuk melihat sejarah konflik tersebut dengan hati-hati. Pendapat dan keputusan setelah mempelajari fakta-fakta yang terjadi Insya Allah membuat kita terhindar dari penghakiman dan komentar yang zalim terhadap masing-masing fihak. Sedikit kronologi yang saya tulis di bawah ini tentu saja tidak lengkap dan detail. Untuk menuliskan sejarah dan fakta secara detail dan lengkap atas konflik Arab-Palestina akan menghabiskan ribuan halaman dan

menghabiskan sangat banyak waktu untuk melakukan riset.

Oleh karena itu, selain membaca kronologi singkat yang saya rangkum di bawah ini saya sangat menganjurkan para pembaca untuk juga membaca sumber-sumber lain mengenai konflik Arab-Palestina.



MIGRASI BANI ISRAIL KE WILAYAH PALESTINA

Wilayah Israel dan palestina serta seluruh timur tengah ada dibawah kekuasaan Turki Usmani selama kurang lebih 500 tahun ( perlu diingat bahwa kekuasaan Turki Usmani atas wilayah Arab dianggap sebagai penjajahan oleh orang-orang Arab).

Pada perang dunia pertama, orang-orang arab dan yahudi di wilayah tersebut mendukung sekutu karena dijanjikan kemerdekaan dari "penjajahan" Turki Usmani. Setelah perang dunia pertama wilayah ini ada di bawah kekuasaan Inggris dan disebut sebagai British Mandate of Palestine (termasuk di dalamnya Jordan dan Israel sekarang).

Pada akhir 1800-an di bawah bendera zionisme orang-orang kaya Yahudi dari Eropa mulai membeli tanah di wilayah Palestina dari para penguasa Turki. Theodore Herzl, sang pemimpin gerakan, merayu para penguasa Turki dengan alasan bahwa mereka ingin memberdayakan lahan-lahan yang tidak produktif dan menjadikannya kota-kota baru sehingga akan meningkatkan pendapatan pajak bagi penguasa Turki.

Pada saat itu Jerusalem hanyalah kota kecil dikelilingi tembok yang dihuni oleh beberapa puluh ribu penduduk. Dibawah para pendatang yahudi Eropa, lahan-lahan pertanian besar dibuka (disebut dengan kibbutzim) dan Kota-kota didirikan – termasuk Tel Aviv. Dengan masuknya modal dari Yahudi Eropa, meningkatnya standar hidup, pendidikan dan lapangan pekerjaan, orang-orang arab pada mulanya menyambut baik kedatangan para imigran tersebut.

Meskipun jumlah pendatang Yahudi tidak sebanyak orang arab, namun perekonomian, tanah, modal dan alat produksi praktis dikuasai oleh mereka. Pada 1931 jumlah yahudi hanya 17 persen dibandingkan dengan arab. Ketika Nazi berkuasa di Jerman, semakin banyak pendatang yahudi dari Eropa sehingga jumlah mereka menjadi berlipat.

Seiring dengan semakin majunya wilayah tersebut dibawah modal kaum yahudi, para pendatang arab maupun yahudi dari negara sekitar mulai banyak berdatangan. Dengan banyaknya modal yang masuk bersamaan dengan meningkatnya pendatang yahudi dari Eropa, tanah yang dibeli dan dikuasai oleh Yahudipun semakin luas. Konflik berskala kecil mulai terjadi ketika para juragan dan tuan tanah Yahudi lebih memilih mempekerjakan orang-orang yahudi ketimbang arab muslim.

Arab muslim mulai merasa terancam eksistensi dan identitasnya sebagai “pribumi”. Penduduk arab semakin marah ketika para juragan Yahudi melarang orang-orang arab bekerja di pabrik dan lahan pertanian mereka. Pada tahun 1920 penduduk arab melakukan demonstrasi atas ketidak adilan yang mereka rasakan. Kemarahan ini berlanjut kepada pembantaian. Pada tahun 1929 arab muslim membunuh 67 orang yahudi. Ketegangan berlanjut hingga menyebabkan terjadinya pemberontakan arab 1936-1939 di Palestina.

TWO STATE SOLUTION

Protes dan tekanan dari fihak arab muslim membuat penguasa Inggris memberlakukan kebijakan untuk mengurangi jumlah pendatang yahudi ke palestina (pelarangan imigran yahudi memasuki palestina oleh Inggris ini menyebabkan kongres Amerika Serikat menunda pengucuran bantuan hutang kepada pemerintah Inggris). Peraturan baru dibuat untuk membatasi pembelian tanah oleh para imigran Yahudi. Namun ketika mandat Inggris berakhir bertepatan dengan terjadinya holocaust oleh nazi, kedatangan imigran Yahudi secara illegal ke palestina tak dapat dibendung.

Inggris yang tak mampu lagi mengendalikan situasi dan menghentikan kerusuhan meminta bantuan dari PBB yang baru saja dibentuk (dalam periode ini Inggris mengalami kesulitan keuangan dan tak mampu lagi membiayai keberadaan tentaranya di wilayah tersebut yang mencapai 100.000 orang). Pada tanggal 15 Mei 1947 PBB membentuk sebuah komite dengan nama UNSCOP. Setelah lima minggu melakukan pembicaraan dan penelitian, komite merekomendasikan pembagian Palestina menjadi wilayah arab dan yahudi. “Two state solution” diterima dengan keluarnya resolusi 181 majlis umum PBB pada november 1947 dengan dukungan suara 33 dan menentang 13 serta abstain 10.

Dalam pembagian wilayah tersebut ditentukan bahwa jerusalem yang merupakan kota suci bagi tiga agama besar dunia menjadi wilayah internasional agar keamanan dan stabilitasnya bisa dijaga bersama-sama.

Pembagian wilayah yang didasarkan pada jumlah penduduk dari kedua belah pihak dan kepemilikan tanah ini ditentang oleh negara-negara arab yang tergabung dalam liga arab. Sementara di lapangan kerusuhan terus berlanjut antara kedua belah pihak.

Lihat peta di bawah ini.

Peta I




Pada peta I apat dilihat daerah dengan arsiran hijau merupakan tanah dan kota yang dimiliki dan dibangun oleh warga yahudi serta diperuntukkan untuk berdirinya negara Israel. Daerah dengan arsiran jingga adalah wilayah yang masih dikuasai oleh arab muslim yang seharusnya menjadi negara Palestina merdeka. Adapun Jerusalem yang berada di dalam wilayah arab dijadikan wilayah internasional.

Kelompok yahudi menerima pembagian wilayah seperti yang tertuang dalam resolusi 181 tahun 1947. Resolusi yang dikeluarkan sebagai dasar untuk berdirinya dua negara Israel dan Plestina yang merdeka ini ditolak oleh negara-negara arab. Negara-negara arab menolak berdirinya negara israel karena mereka beragama yahudi. Karena mereka bani israil. Mereka menganggap bani israil tidak berhak tinggal di sana, meskipun dalam kenyataanya jumlah populasi dan penguasaan yahudi atas tanah di wilayah itu tak bisa dipungkiri (yahudi menguasai tanah-tanah tersebut dengan membelinya dari penguasa turki dan orang-orang arab muslim palestina).

Mesir juga tidak menyetujui berdirinya negara palestina karena menginginkan wilayah barat dalam pembagian tersebut masuk sebagai wilayah Mesir (termasuk wilayah gaza saat ini). Jordan juga menolak berdirinya negara palestina ataupun Israel dan menginginkan wilayah sebelah timur untuk menjadi bagian dari Jordan.

Pada tanggal 14 Mei 1948, satu hari sebelum berakhirnya mandat Inggris, Israel mendeklarasikan kemerdekaan atas wilayah yang diperuntukkan bagi mereka dalam resolusi 181 dan menjadi negara Israel merdeka. Keesokan harinya liga arab melayangkan protes resmi ke PBB atas berdirinya negara Israel. Alih-alih segera melakukan kosolidasi untuk mendirikan negara palestina merdeka, tentara Mesir, Jordan, Syria dan Irak justru menginvasi wilayah yang diperuntukkan untuk negara palestina oleh UNSCOP. Invasi inilah yang memicu perang Arab-Israel 1948 karena dengan menduduki wilayah yang diperuntukkan bagi negara palestina merdeka berarti tentara koalisi arab telah mengepung dan mengancam eksisteni negara Israel yagn baru saja berdiri.

Tapi sayang pasukan koalisi arab ternyata kalah dalam perang tersebut. Pasukan Israel berhasil memukul mundur tentara koalisi arab dan berhasil menguasai wilayah yang diduduki tersebut. Kemenangan Israel membuat mereka menguasai sebagian besar wilayah yang seharusnya diperuntukkan bagi negara palestina merdeka yang sempat diduki oleh tentara koalisi arab. Hanya tersisa sedikit wilayah di bagian barat daya (Gaza) yang akhirnya dikuasai oleh Mesir. Adapun wilayah yang tersisa di bagian timur (Nablus, sebagian Jerusalem dan Hebron yang disebut West Bank) dikuasai oleh Jordan. Sejak mulainya konflik ini, orang Palestina tidak pernah berkuasa atas kedaulatannya sendiri.

Dalam perang tersebut sekitar 711.000 rakyat palestina meninggalkan wilayah yang berhasil dikuasai oleh Israel dan menjadi pengungsi (sebagian dari pengungsi ini meninggalkan tanahnya karena instruksi dari tentara koalisi arab, sebagian mengikuti fatwa dari grand mufti, sebagian lagi karena takut akan kerusakan yang ditimbulkan oleh tentara Israel).

Penduduk arab muslim yang tidak meninggalkan wilayah yang dikuasai Israel akhirnya menjadi warga Negara Israel hingga sekarang dan merupakan minoritas terbesar di dalam Negara yahudi tersebut dengan jumlah hampir 20 persen dari total penduduk Israel.

Perang akhirnya berakhir dengan ditandatanganinya gencatan senjata antara Israel dan Negara-negara arab tetangganya pada tahun 1949. Dalam perjanjian tersebut juga disepakati batas baru wilayah Negara Israel (green line) yang diakui secara internasional. Batas baru Negara Israel yang disepakati ini termasuk wilayah yang berhasil dikuasai Israel daram perang 1948 (sebagian wilayah yang tadinya diperuntukkan sebagai Negara palestina merdeka).

Lihat peta di bawah ini

Peta II



Dalam peta II ini dapat dilihat wilayah Israel menjadi semakin luas akibat invasi arab ke wilayah palestina berhasil dipukul mundur oleh Israel. Dalam gencatan senjata 1949 koalisi arab mengakui batas baru wilayah Israel seperti terlihat dalam peta.

Perlu diketahui bahwa setelah berdirinya Negara Israel, sebagian yahudi yang tinggal di Negara-negara arab mendapat perlakuan diskriminatif sehingga menimbulkan kerusuhan di Yaman dan Syria. Orang-orang yahudi di Libya dihapus kewarganegaraanya, beberapa yahudi di Irak dirampas hartanya. Antara tahun 1948 sampai 1952 sekitar 285.000 orang yahudi bermigrasi dari Negara-negara arab ke Israel yang baru berdiri. Menurut catatan resmi dari negara-negara Arab, pada awal 1970-an sekitar 850.000 orang yahudi meninggalkan negara-negara arab menuju Israel. Kebanyakan dari mereka terpaksa meningalkan kekayaannya ketika hijrah ke Israel. Keturunan yahudi dari negara-negara arab ini merupakan 41 persen penduduk Israel saat ini.


PERSETERUAN ARAB-ISRAEL BABAK BERIKUTNYA

Meskipun Mesir menandatangani gencatan senjata dengan Israel, pada tahun 1956 Mesir melarang kapal-kapal Israel melintasi perairan Tiran dan memblokade teluk aqaba. Tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap konvensi konstantinopel tahun 1888 dan mencederai gencatan senjata 1949 dengan Israel. Pada tanggal 26 Juli 1956 Mesir menasionalisasi terusan suez dan melarang kapal-kapal Israel melintas.

Pada tanggal 29 Oktober 1956, Israel yang merasa bahwa Mesir mencederai perjanjian 1949 dan berusaha membunuh perekonomian Israel meminta bantuan dari Inggris dan Perancis (yang sakit hati atas nasionalisasi terusan suez) untuk mengeroyok Mesir. Dalam koflik terusan suez ini Israel berhasil menduduki Gaza (yang dalam perjanjian 49 merupakan wilayah Mesir) dan Sinai.

PBB dan Amerika Serikat turun tangan untuk menghentikan konflik yang terjadi. Israel bersedia mundur dari wilayah Mesir yang baru diduduki. Mesir mengijinkan kembali kapal-kapal Israel melintasi terusan suez dan membuka blokade aqaba serta melakukan demiliterisasi di wilayah Sinai. Pasukan internasional PBB dengan nama UNEF dibentuk untuk mengawasi wilayah demiliterisasi.

Namun pada tanggal 19 Mei 1967 Mesir mengusir pasukan internasional dan menggelar 100.000 pasukan di semenanjung Sinai serta kembali melakukan blokade dan pelarangan atas kapal-kapal Israel untuk melintasi Tiran straits. Mesir mengembalikan keadaan seperti tahun 1956 ketika Israel diblokade.

Tahun 1966-1967 pemimpin Mesir Gamal Abd Nasser melakukan kampanye mencari dukungan dari pan-Arab untuk menaklukkan Israel dan mengusir Yahudi. Pada 30 Mei 1967 Jordan masuk dalam pakta pertahanan yang sebelumnya dibentuk oleh Mesir dan Syria. Dengan persenjataan modern dari Soviet, Mesir melakukan mobilisasi pasukan di Sinai dan melintasi batas demiliterisasi yang disepakati (setelah mengusir pasukan PBB) dan mendekati perbatasan selatan Israel.

Pada saat bersamaan pasukan Jordan, Syria dan Lebanon mulai mengepung Israel dari arah timur dan utara. Pada tanggal 5 Juni 1967 Israel merespon dengan mengerahkan semua kekuatan udaranya menggempur Mesir. Angkatan udara Israel berhasil melumpuhkan hampir semua kekuatan udara Mesir dalam sebuah serangan mendadak. Kekuatan udara Israel lalu menuju ke timur untuk menyerang kekuatan Syria, Jordan dan Irak.

Dalam perang yang terkenal dengan sebutan perang enam hari tersebut Israel berhasil mengalahkan negara-negara arab tetangganya yang mengepungnya. Ketika perang berakhir, Israel berhasil menguasai West Bank dan Jerusalem timur (yang tadinya dikuasai Jordan) serta Gaza dan Sinai (yang dikuasai Mesir) dan dataran tinggi Golan.

Pada tahun 1969 mesir kembali memulai perang dengan tujuan melemahkan kekuatan Israel di Sinai. Namun perang ini berakhir dengan kematian Nasser.

Pada 6 Oktober 1973 Mesir dibawah pemimpin baru Anwar Sadat dan Syria melakukan serangan mendadak dan berhasil mengalahkan Israel. Mesir berhasil menguasai kembali sinai yang sempat dicaplok Israel.

Ketika pasukan Mesir hendak masuk Israel, Israel meminta bantuan dari Amerika Serikat (meskipun sejak awal Amerika Serikat merupakan backing kekuatan Israel). Soviet yang menjadi backing kekuatan Mesir mengancam akan melakukan intervensi militer jika Amerika terlibat. Karena khawatir akan terjadinya perang nuklir, Amerika Serikat akhirnya memprakarsai gencatan senjata pada 25 Oktober 1973.

Pada bulan Maret 1979 Mesir dan Israel akhirnya melakukan perjanjian damai. Dalam perjanjian juga disebutkan bahwa Sinai kembali menjadi wilayah kekuasaan Mesir, adapun Gaza tetap berada dibawah kontrol Israel dan masuk dalam rencana masa depan Palestina. Pada bulan Oktober 1994, Jordan juga akhirnya melakukan perjanjian damai dengan Israel. Mesir dan Jordan menjadi dua Negara arab yang mengakui eksistensi Negara Israel dan memiliki hubungan diplomatik dengannya.

Tapi sayang, kelompok garis keras arab memandang perjanjian damai dengan Israel sebagai sebuah pengkhianatan dan Anwar Sadatpun akhirnya ditembak mati oleh kelompok ekstrimis tersebut.

USAHA MERDEKA DARI RAKYAT PALESTINA

Pada pertemuan tahun 1964 di Cairo liga arab berininsiatif untuk membentuk sebuah organisasi yang mewakili kepentingan rakyat Palestina. Majelis Nasional palestina lalu mengadakan pertemuan di Jerusalem pada 29 Mei 1964. Dari pertemuan ini akhirnya PLO terbentuk pada 2 juni pada tahun yang sama.

Meskipun liga arab mendukung terbentuknya PLO dan berdirinya negara palestina merdeka namun mereka (terutama Mesir dan Jordan) tetap tidak memberikan hak kedaulatan kepada rakyat Palestina atas wilayah Gaza dan Westbank. Yang dimaksud negara palestina merdeka oleh Mesir dan Jordan pada saat itu adalah berdirinya negara Arab Palestina di wilayah Israel, bukan Gaza (yang tetap dianggap oleh Mesir sebagai wilayah kekuasaanya) atau West Bank (yang dianggap sebagai bagian dari kekuasaan Jordan). Baru pada 1988 raja Hussein, pemimpin Jordan melepaskan West Bank dan memberikan kedaulatan kepada rakyat Palestina.

Pada awal berdirinya, PLO adalah sebuah organisasi pembebasan Palestina yang menggunakan perlawanan bersenjata terhadap Israel sebagai kebijakannya. Sebuah piagam PLO yang dikeluarkan pada 2 Mei 1964 menyatakan bahwa Palestina dengan batas wilayah sebagaimana termaktub dalam mandat Inggris adalah sebuah kesatuan regional dan melarang aktifitas zionis dalam bentuk apapun. Dengan demikian piagam ini menyatakan bahwa PLO tidak mengakui adanya negara Israel. PLO pada awalnya juga mempunyai kebijakan untuk menghancurkan Israel.

Baru setelah sekitar 30 tahun kemudian PLO mengadopsi kebijakan "two state solution" dengan Israel dan Palestina hidup berdampingan dan mensyaratkan Jerusalem timur sebagai ibukota Palestina. Yasser Arafat pada 1993 melalui surat resminya kepada perdana menteri Israel Yitzak Rabin mengakui keberadaan negara Israel. Sebagai respon atas pengakuan tersebut, Israel mengakui PLO sebagai satu-satunya organisasi yang berhak mewakili rakyat palestina.

Keanggotaan PLO terdiri dari beberapa faksi dan organisasi, meskipun tidak semua aktivis PLO adalah anggota dari faksi-faksi yang ada. Banyak delegasi majlis nasional palestina merupakan anggota independen.

Faksi di dalam tubuh PLO saat ini adalah:

- Fatah, faksi terbesar, sayap kiri/nasionalis.

- PFLP, terbesar kedua, berhaluan radikal militan, komunis.

- DFLP, terbesar ketiga, komunis.

- PPP, eks komunis, non militan.

- PLF, sayap kiri dengan suara kecil.

- ALF, faksi kecil yagn berafiliasi kepada partai Baath Irak.

- As Saiqa, faksi kecil berafiliasi kepada partai baath Syria.

- Fida, beraliran kiri non militan.

- PPSF, beraliran kiri.

- PAF, faksi terkecil.


PLO DIBAWAH YASSER ARAFAT

Kekalahan aliansi arab dalam perang enam hari melawan Israel membuat pengaruh Nasserisme dengan ideologi pan-Arab nya melemah. Pemimpin Fatah Yasser Arafat dengan divisi militer fedayeen yang mengadopsi metode gerilya berhasil menjadi pemimpin PLO dan menjadikannya sebagai organisasi yang independen. Dari markasnya di Jordan PLO melancarkan perang dengan Israel dengan bantuan finansial dan persenjataan dari Jordan. Brigade fedayeen gencar melancarkan serangan terhadap rakyat sipil Israel. Serangan terhadap rakyat sipil inilah yang menjadikan Israel dan barat menganggap PLO sebagai organisasi teroris. Label teroris atas PLO baru dicabut ketika PLO akhirnya mengakui keberadaan negara Israel dan bersedia berunding dengan Israel serta menghentikan serangan-serangan terhadap rakyat sipil.

Namun dukungan atas PLO dari pemerintah Jordan akhirnya berbalik arah pada akhir tahun 1960-an ketika PLO menjadi arogan dan seolah-olah telah mendirikan sebuah negara di dalam negara. Sejak kemenangan pasukan Yasser arafat pada pertempuran melawan Israel di daerah Karamah, gerilyawan Palestina tersebut merasa berkuasa dan melakukan pemungutan pajak secara illegal di dalam wilayah Jordan yang menjadi basis kekuatannya. Mereka membuat blokade jalan, mengambil alih kekuasaan dan melecehkan polisi Jordan. Pelecehan terhadap wanita-wanita lokal juga terjadi dalam masa tersebut.

Raja Hussein menjadi berang dan memberlakukan hukum darurat perang. Pasukan Jordan menyerang PLO dan berhasil mengalahkan mereka. Sekitar 3500 gerilyawan dan rakyat sipil Palestina tewas dalam kejadian tersebut (kejadian ini terkenal dengan insiden Black September). Dua hari kemudian Arafat dan Hussein setuju untuk melakukan gencatan senjata. Sekitar 2000 gerilyawan Palestina akhirnya berhasil masuk Syria dan menyeberang ke Libanon untuk bergabung dengan pejuang Fatah yang ada di negara tersebut dan mendirikan markas baru.

Selama periode 70-an Fatah melancarkan serangan terhadap militer dan sipil Israel. Yang paling terkenal adalah serangan 11 Maret 1978. Beberapa pejuang Fatah mendaratkan perahu di pantai antara Haifa dan Tel Aviv-Yafo kemudian membajak sebuah bus dan menembaki penumpangnya serta setiap kendaraan yang lewat. 37 rakyat sipil Israel menjadi korban. Pasukan Israel kemudian merespon dengan menyerang Basis PLO di bagian selatan Lebanon. Israel berhasil menguasai wilayah tersebut dan PLO mundur ke Beirut.

Selain itu PLO juga melakukan serangan terhadap kepentingan Israel di Eropa maupun Timur Tengah serta melakukan pembajakan pesawat. Fatah juga memberikan pelatihan perang terhadap milisi dari Timur Tengah, Eropa, Asia dan Afrika dan mendapatkan bantuan persenjataan dari Soviet, Eropa Timur dan Cina.

PLO DAN PERANG SIPIL DI LEBANON

Selama di Lebanon PLO juga terlibat perang sipil yang menghancurkan Lebanon hingga saat ini. Dengan desakan dari faksi PFLP, DFLP dan FLP di dalam tubuh PLO, Fatah akhrinya beraliansi dengan kelompok komunis dan gerakan nasional lebanon beraliran Nasserisme (LNM) untuk melawan Pemerintah Lebanon. Presiden Syria Hafez Al Assad yang tadinya mendukung Fatah akhirnya justru mengirim tentaranya bersama dengan faksi palestina dukungan Syria As-Saiqah dan PFLP-GC pimpinan Ahmad Jibril untuk bertempur membantu pasukan kristen sayap kanan Lebanon melawan PLO dan LNM.

Komponen utama milisi kristen sayap kanan ini adalah kelompok Maronite Phalangist yang loyal terhadap presiden Lebanon Camille Chamoun. Kelompok Phalangist ini juga yang melakukan pembantaian di kamp Al Zaatar. Mulanya pada April 1975, milisi Phalangist dalam perang sipil yang berlangsung di Lebanon membunuh 26 milisi Fatah dalam sebuah bus. Pada 1976 aliansi milisi kristen dengan dukungan tentara Lebanon mengepung kamp Al Zaatar. PLO dan LNM balas dendam dan menyerang Damour, benteng kekuatan Phalangist. 300 orang dari kelompok Phalangist tewas dan lainya luka-luka.

Phalangist balas dendam dan melakukan pembantaian terhadap milisi dan pengungsi palestina di kamp Tel Al-Zaatar setelah melakukan pengepungan selama enam bulan. Ribuan orang palestina menjadi korban.

Milisi kristen ekstrim ini juga yang melakukan pembantaian sabra dan shatila pada 16-18 September 1982 atas sepengetahuan Israel. Pembantain tersebut dipicu balas dendam atas pembunuhan terhadap pemimpin Phalangist yang juga calon kuat presiden mereka Bachir Gemayel dua hari sebelumnya. Lagi-lagi ribuan pengungsi Palestina menjadi korban pembantaian.

Dunia internasional menyalahkan Israel yang membiarkan pembantaian tersebut terjadi di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Ariel Sharon akhirnya terpaksa mengundurkan diri dari jabatan menteri pertahanan atas insiden tersebut.

Keberadaan PLO yang melancarkan serangan mortir ke wilayah sipil Israel dari Lebanon menjadi alasan utama Israel menginvasi Lebanon. Israel yang masuk Lebanon selatan pada 1978 dan berhasil memukul mundul PLO ke Beirut akhirnya meninggalkan wilayah tersebut atas desakan dunia internasional pada bulan Juni 1978 dan digantikan oleh UNIFIL. Namun keberadaan UNIFIL di wilayah tersebut tidak berhasil menghentikan serangan-serangan gerilyawan Palestina atas wilayah-wilayah sipil Israel. Aksi saling melintasi perbatasan dan saling serbu terus berlanjut antara Israel dan milisi Palestina di wilayah selatan Lebanon setelah 1978. Rakyat sipil di kedua belah pihak dan personil UNIFIL menjadi korban.

Israel meningkatan bantuan persenjataan dan keuangan kepada milisi radikal kristen untuk memerangi PLO. Namun dalam serangan-serangan yang dilakukan oleh kristen radikal di bawah komando Mayor Saad Haddad terhadap PLO rakyat sipil seringkali menjadi korban. Pada Bulan Juli 1981 Pemerintah Reagan mengutus Philip Habib Ke Lebanon untuk menjadi penengah dan memulai gencatan senjata di wilayah selatan. Namun sejak diumumkannya gencatan senjata pada 24 Juli 1981 berkali-kali PLO melanggar perjanjian. Dalam sebelas bulan berikutnya tercatat 270 pelanggaran dan aksi teror dilakukan oleh PLO di dalam wilayah Israel, West Bank, Gaza dan sepanjang perbatasan Lebanon-Jordan.

Pada 3 Juni 1982 sayap militan Fatah di bawah komando Abu Nidal (pesaing Arafat), menembak duta besar Israel untuk Inggris Shlomo Argov di London. Shlomo mengalami luka tembak di kepala dan menderita kelumpuhan. Atas kejadian tersebut serta berlanjutnya serangan-serangan PLO dan pelanggaran atas kesepakatan gencatan senjata dan pembangunan instalasi militer oleh PLO di wilayah selatan Lebanon yang dipersiapkan untuk menyerang Israel, pada 4-5 Juni 1982 akhirnya Israel mebombardir basis PLO di Beirut dan wilayah lainnya. PLO merespon dengan melakukan serangan mortir besar-besaran atas Galilee, wilayah sipil israel. Israel akhirnya menginvasi Lebanon pada 6 Juni 1982. Kota Beirut berada dalam kepungan Israel.

Selama perang sipil di Lebanon, PLO bertempur melawan Milisi sayap kanan Kristen Lebanon, Milisi Palestina As Saiqah, milisi Palestina PFLP-GC, Tentara Israel dan akhirnya milisi Amal dukungan Syria. Selama masa 1985-1988 Milisi Amal dan beberapa kelompok milisi pro Syria mengepung kamp pengungsian Palestina untuk mengusir pendukung Arafat. Ribuan pengungsi Palestina lagi-lagi tewas menjadi korban kekerasan dan kelaparan. Setelah pengepungan berakhir, terjadi kesepakatan antara kelompok milisi Palestina untuk tidak saling memerangi.

Keberadaan PLO di Lebanon ini mirip dengan keberadaan Hizbullah. Keduanya tidak disukai pemerintah Lebanon dan keduanya mengundang masuknya tentara Israel untuk menyerang Lebanon. Perang Lebanon kedua pada Juli 2006 dipicu oleh serangan Hizbullah atas patroli Israel di wilayah utara negeri Zionis tersebut.

PERDAMAIAN HAMPIR TERCAPAI

Setelah invasi enam bulan Israel ke Lebanon, kepemimpinan PLO akhirnya pindah markas ke Tunisia. Pada 1 Oktober 1985 pasukan udara Israel membombardir markas PLO di Tunisia dan menewaskan 60 orang. Kepemimpinan lokal di dalam Palestina mulai muncul. Pada tahun 1987 intifada pertama pecah di wilayah pendudukan palestina. Para pemimpin PLO di luar negeri terkejut. Mereka hanya memiliki pengaruh tak langsung dalam intifadah ini. Sementara kepemimpinan lokal yang tergabung dalam UNLU dan merupakan gabungan dari beberapa faksi di dalam Palestina semakin kuat.

Setelah raja Hussein menyatakan melepas wilayah West Bank dari kekuasaan jordan pada 1988, majelis nasional Palestina menyatakan kemerdeaan Palestina di Al Jazair pada 15 November 1988. Meskipun lebih dari 100 negara mengakui kemerdekaan Palestina (kebanyakan merupakan negara-negara GNB dan Blok Timur), namun PBB dan negara-negara barat serta Israel tidak mengakuinya. Tidak adanya pengakuan tersebut dikarenakan proklamasi kemerdekaan Palestina tidak mencantumkan pengakuan atas Resolusi PBB 242 dan 338.

Resolusi dewan keamanan 242 (S/RES/242) disetujui secara sepakat pada 22 November 1967 setelah berakhirnya perang enam hari. Resolusi tersebut menyerukan tercapainya sebuah perdamaian yang langgeng di kawasan tersebut dengan mengimplementasikan dua butir kesepakatan berikut:

1. Penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah yang diduduki pada konflik 1967.

2. Penghapusan klaim-klaim wilayah oleh kedua belah pihak (Israel dan Arab) dalam masa konflik, serta menghormati hak keberadaan setiap negara di kawasan tersebut dengan mengakui batas wilayah yang telah disepakati bersama.

Mesir, Jordan dan Israel menyetujui resolusi 242 ini. Syria yang pada mulanya tidak mau tunduk atas resolusi ini akhirnya mengakuinya pada tahun 1972.

Resolusi dewan keamanan 338 (S/RES/338) disahkan pada 22 Oktober 1973 dan disetujui oleh 15 anggota dewan keamanan dengan Cina abstain dalam pemungutan suara. Resolusi yang diusulkan oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat tersebut menyepakati gencatan senjata antara Koalisi Arab dan Israel setelah perang Yom Kippur yang jika tidak dihentikan ditakutkan akan memicu perang nuklir antara dua negara adikuasa.

Resolusi 242 dan 338 yang telah disepakati bersama tidak diakui oleh Palestina dalam deklarasi kemerdekaanya. Ini berarti Palestina yang baru menyatakan kemerdekaanya tersebut tidak mengakui keberadaan negara Israel yang telah disepakati koalisi Arab. Tidak adanya pengakuan Majelis nasional palestina atas resolusi 242 dan 338 tersebut juga berarti tidak jelas wilayah mana yang disebut oleh Majelis nasional palestina sebagai negara Palestina merdeka yang baru dideklarasikan tersebut. PBB tidak mungkin bisa mengakui kemerdekaan Palestina jika yang disebut negara Palestina merdeka itu tidak jelas wilayahnya yang mana. Apalagi negara yang baru dideklarasikan tersebut juga tidak mengakui keberadaan negara Israel di sebelahnya.

Pada tahun 1993 PLO diam-diam mengadakan perundingan dengan Israel di Oslo. Hasil perjanjian disepakati pada tanggal 20 Agustus 1993. Yasser Arafat dan Yitzak Rabin diundang oleh gedung putih untuk merayakan kesepakatan tersebut. Dan pada 9 September 1993 Yasser Arafat menyatakan bahwa PLO mengakui keberadaan negara Israel. Yasser Arafat dan PLO juga menyetujui penghapusan klausul pada Piagam Nasional Palestina (garis perjuangan PLO) yang menyatakan bahwa feda'yee (semacam pasukan berani mati) merupakan inti dari perang pembebasarn Palestina. Klausul yang juga disetujui untuk dihapus adalah butir-butir yang menyatakan bahwa berdirinya negara Israel adalah tidak sah karena dilakukan dengan paksaan. Butir-butir tersebut selama ini digunakan sebagai pijakan PLO untuk menghancurkan Israel.

Kesepakatan Oslo menyetujui pemerintahan mandiri rakyat Palestina atas wilayah Gaza, Jericho dan Tepi Barat melalui pembentukan Otoritas Palestina. Yasser Arafat ditunjuk sebagai pemimpin Otoritas Palestina dan pemilihan umum dipersiapkan hingga akhirnya Yasser Rafat dipilih menjadi Presiden Otoritas Palestina pada tahun 1996. Sejak itu pemerintahan otoritas Palestina menjadi satu-satunya pemerintahan yang sah dan diakui dunia internasional sebagai pemerintahan rakyat Palestina. Pembentukan Otoritas Palestina ini dengan demikian juga menafikan deklarasi kemerdekaan Palestina pada tahun 1988 di Al Jazair yang tidak pernah diakui oleh PBB tersebut.

Meskipun PLO tidak punya hubungan formal dengan Otoritas Palestina, para anggota PLO praktis menguasai pemerintahan yang baru dibentuk tersebut. Markas PLO akhirnya pindah ke Ramallah di Tepi Barat.

Kendatipun banyak dari pemimpin PLO dan Otoritas Palestina, termasuk Yasser Arafat sendiri mengakui secara terbuka keberadaan negara Israel dan mengharapkan perjanjian damai dengan Israel sebagai perdamaian yang permanen, namun selama intifada kedua banyak faksi di dalam PLO yang terus melakukan penyerangan dan teror terhadap tentara dan rakyat sipil Israel.

Mayoritas rakyat Israel dalam polling setelah perjanjian Oslo menyatakan bahwa rakyat Palestina harus diberi hak untuk berdaulat dan membentuk sebuah negara yang merdeka agar bisa hidup berdampingan dan saling menghormati hingga perdamaian bisa tercapai di kawasan tersebut. Seiring dengan melunaknya PLO yang mulai bersikap realistis dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan cara damai serta keinginan dari mayoritas rakyat Israel yang menghendaki terbentuknya negara Palestina agar tercapai perdamaian yang permanen, Kaum konservatif yahudi di dalam Israel mulai bangkit juga.

Kaum yahudi ekstrim yang kebanyakan merupakan imigran dari Eropa Timur ini tidak bisa menerima pembagian Jerusalem untuk Palestina dan Israel. Mereka memandang Jerusalem adalah kota suci Yahudi yang harus dikuasai Israel dan menjadi ibu kotanya. Kelompok ini menentang perjanjian Oslo. Yigal Amir, aktivis radikal sayap kanan yahudi ortodoks menembak mati Yitzak Rabin pada 4 November 1995. Shimon Perez, menteri luar negeri Israel pada saat itu ditunjuk menggantikan Rabin.


Dengan kematian Rabin masa depan Palestina yang hampir menemui titik terang kembali suram. Netanyahu yang kemudian terpilih menjadi perdana Menteri Israel dengan dukungan dari partai sayap kanan radikal berusaha menggagalkan dan menggerogoti isi kesepakatan Oslo serta menghalangi berdirinya negara Palestina merdeka. Bill Clinton akhirnya turun tangan dan mempertemukan kedua belah pihak hingga disepakatinya memorandum Wye River yang berisi langkah-langkah yang harus ditempuh oleh kedua belah pihak dalam meneruskan proses perdamaian.


Arafat lalu meneruskan perundingan dengan pengganti Netanyahu yaitu Ehud Barack yang berasal dari partai buruh. Barack dengan aliran politik kiri moderat dan dengan desakan dari Bill Clinton akhirnya menawarkan kepada Arafat kemerdekaan Palestina atas wilayah Gaza dan Tepi barat/West Bank dengan Jerusalem timur sebagai ibukotanya. Selain itu Barack juga mengijinkan kembalinya sebagian pengungsi palestina dan sisanya diberikan kompensasi. Meskipun permintaan lain tidak bisa dikabulkan oleh Barack, ini merupakan sebuah tawaran yang sangat bagus dan tidak pernah diberikan oleh pemimpin Israel lainya.


Arafat membuat keputusan kontroversial dengan menolak tawaran dari Barack tersebut. Pupuslah harapan rakyat Palestina untuk merdeka sampai sekarang. Ketegangan kembali terjadi ketika Ariel Sharon, perdana menteri Israel berikutnya melakukan provokasi dengan mengunjungi masjid Al Aqsa. Intifadah kedua pecah pada tahun 2000.


27 Februari 1996 Perez menyatakan perang atas Hamas setelah dua bom bunuh diri yang menewaskan 27 orang. Perez bersumpah akan melakukan perang metodis dan habis-habisan melawan militan Hamas.

SETELAH TAHUN 2000

Sejak intifadah kedua, Arafat kembali menempuh jalan kekerasan untuk mengintimidasi Israel. Meskipun tidak secara terang-terangan PLO maupun Fatah melancarkan teror dan serangan, namun banyak pengamat mengatakan Arafat sengaja membiarkan terjadinya Teror oleh Hamas dan beberapa faksi militan dalam tubuh Fatah (brigade al aqsha) terhadap Israel. Beberapa pemgamat baik yang pro Israel maupun Independen bahkan mengatakan bahwa Arafat menyetujui dan mendanai gerakan-gerakan teror tersebut.

Untuk menghentikan intifadah, Israel melakukan sweeping dan penggerebekan di wilayah tepi barat pada tahun 2002. Kekerasan merebak di seluruh wilayah tersebut.


Pada tahun yang sama negara-negara Arab menawarkan kepada Israel pengakuan eksistensi negara Israel dan menandatangani perdamaian. Sebagai gantinya Israel diminta menyerahkan kembali wilayah yang dikuasainya ketika perang enam hari dan memberikan kemerdekaan kepada Palestina (mereka memberikan tawaran yang pada akhir 70-an dianggap sebagai sebuah pengkhianatan dan kekufuran sehingga Anwar Sadat ditembak mati karenanya). Tawaran dari negara-negara Arab ini bersamaan dengan gencaranya serangan-serangan teror (beberapa diantaranya dilakukan oleh sayap militan Fatah) dan menewaskan 50 orang Israel.

Tawaran yang sebenarnya dianggap baik oleh Israel tersebut tidak mungkin direalisasikan saat itu karena Faksi berkuasa di dalam Palestina sendiri justru gencar melakukan aksi-aksi teror dan tidak peduli dengan usaha negara-negara Arab untuk membantu kemerdekaan Palestina. Negara-negara Arab yang memberikan tawaran tersebut tentu saja tidak bisa menjamin dan menghentikan aksi teror dari kelompok-kelompok militan Palestina terhadap Israel. Untuk kesekian kalinya momentum kemerdekaan Palestina disia-siakan.


Sharon berkali-kali mendesak Arafat sebagai pemimpin Otoritas Palestina untuk menyerukan kepada faksi-faksi radikal di dalam tubuh PLO agar menghentikan serangan dan mencegah berlanjutnya teror. Arafat yang tetap membiarkan terjadinya serangan ke Israel membuat Sharon menyatakan bahwa Arafat membantu dan mendanai serangan-serangan tersebut dan dengan sengaja memposisikan diri sebagai musuh Israel. Dengan demikian Arafat tidak bisa dianggap memenuhi sarat untuk melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel.


Namun Israel tidak dapat menemukan pemimpin Palestina lain yang bisa diterima oleh rakyat Palestina maupun Israel sebagai tokoh baru yang memenuhi sarat untuk melanjutkan pembicaraan damai. Arafat berhasil bermain cantik di dalam negeri dan mendapat dukungan dari berbagai fihak. Bahkan fihak yang selama ini menjadi musuh bebuyutan Arafat di dalam Palestinapun mendukungnya. Selanjutnya Israel memasuki West Bank dalam sebuah operasi bernama Operation Defensive Shield. Kantor Arafat dikepung dengan tujuan mengisolasi Arafat. Dan setiap kali Israel melakukan operasi di wilayah Palestina, pelanggaran HAM selalu terjadi dan ratusan bahkan ribuan rakyat palestina selalu menjadi korban.


Pada tanggal 3 Mei 2002 Akhirnya Arafat diizinkan meninggalkan wilayah pengepungan setelah negosiasi yang alot. Dalam negosiasi tersebut Israel meminta Arafat menyerahkan enam buronan Israel yang disembunyikan Arafat di dalam kompleks yang dikepung. Arafat setuju mereka ditahan, tapi tidak di Israel. Mereka akhirnya ditahan di Jericho. Syarat lainnya adalah agar Arafat (sebagaimana diminta Sharon sebelumnya) menyerukan kepada semua faksi di Palestina agar menghentikan aksi teror terhadap Israel. Arafat setuju dan menyeru semua militan Palestina untuk menghentikan teror. Tapi seruan itu tidak pernah ditaati, bahkan oleh Fatah pimpinan Arafat sendiri.

Operation Defensive Shield ini memang berhasil menurunkan angka teror bom bunuh diri sampai 46 persen pada tahun 2002 dan menurun dari 56 kali pemboman pada tahun sebelumnya menjadi 25 pada tahun 2003 serta 184 usaha teror bom bunuh diri yang dapat digagalkan. Namun operasi tersebut juga menelan ribuan korban di pihak Palestina dan mengakibatkan kerugian mencapai jutaan dollar.

Pada tahun 2003 Sharon mulai melakukan penarikan mundur pasukannya dari Gaza dan mengakhiri pendudukan atas wilayah tersebut. penarikan pasukan secara menyeluruh selesai pada tahun 2005. Dengan ditariknya pasukan Israel ini berarti Otoritas Palestina berkuasa penuh atas wilayah Gaza (dalam perjanjian 1979 disepakati bahwa Gaza berada di bawah kontrol Israel). Penarikan pasukan Israel ini merupakan sebuah keputusan unilateral, keputusan Israel sendiri tanpa permintaan dari fihak Arab. Dalam masa pemerintahannya Sharon juga memaksa penduduk Israel yang tinggal di pemukiman yahudi yang masih dalam status sengketa. Warga yang menolak pindah diseret paksa oleh tentara Israel. Insiden tersebut mendapat perlawanan keras dan demonstrasi dari kaum konservatif yahudi.

Hamas, (setelah menang dalam pemilu parlemen Januari 2006) melakukan serangan terhadap Fatah. Ratusan orang menjadi korban. Kedua belah fihak melakukan pelanggaran HAM dan etika perang dalam perang saudara tersebut. Diantara insiden yang terkenal dalam perang tersebut adalah ketika tentara Hamas menangkap salah satu pemimpin Fatah dan melemparkannya dari atas gedung serta melakukan serangan dengan menyamar menggunakan mobil yang memasang logo sebuah stasiun TV. Hamas akhirnya berkuasa total atas Gaza. Hanya tersisa kekuatan kecil Fatah di wilayah tersebut. Pasukan Israel juga seluruhnya telah ditarik dari Gaza.

Hamas (Harakah al muqawamah al Islamiyah) adalah sebuah organisasi politik beraliran militan. Hamas didirikan pada 1987 oleh Syaikh Muhammad Yasin, Abdul Aziz Al Rantissi dan Mohammad Toha dari sayap Al Ikhwan Al Muslimuun palestina. Selain terkenal dengan aksi-aksi bom bunuh diri, Hamas juga mendapat simpati dari rakyat Palestina atas kerja-kerja sosial yang dilakukannya. Hamas membangun rumah sakit, pusat pendidikan, perpustakaan dan melakukan kegiatan sosial lain di tepi barat dan Gaza.

Diantara garis kebijakan resmi organisasi tersebut sebagaimana tertuang dalam Piagam Hamas adalah Penghancuran Israel. Piagam Hamas menyerukan untuk menguasai kembali seluruh wilayah Israel dan Palestina dan mendirikan sebuah negara palestina merdeka serta menghapus Israel dari peta dunia. Kebijakan Hamas yang tak pernah berubah sampai saat ini serta aksi-aksi teror yang terus dilancarkannya terhadap israel membuat Israel dan negara-negara barat mencapnya sebagai organisasi teroris. Israel tidak mau melibatkan Hamas dalam perundingan perdamaian dengan Palestina selama Organisasi tersebut tetap tidak mengakui negara Israel dan bersumpah menghancurkannya.

Dengan munculnya Hamas, Kekuatan Palestina semakin terpecah. Hamas akhirnya memiliki kontrol penuh atas wilayah Gaza, adapun Tepi Barat dikuasai oleh Fatah. Dengan berkuasanya Hamas atas wilayah Gaza ini Israel menghentikan kerjasama dan bantuan ke wilayah tersebut. Israel juga mengurangi suplai listrik dari Israel ke Gaza. Sebelum Gaza dikuasai Hamas, Otoritas Palestina di wilayah Gaza menjalankan pemerintahan dengan dana bantuan dari Eropa, Amerika serikat, dan negara-negara lain. Setelah Hamas berkuasa, negara-negara donor menghentikan bantuannya ke wilayah Gaza. Israel juga menghentikan aliran dana yang selama ini didistribusikan dari Israel.

Ketika menguasai Gaza, Hamas semakin leluasa mengorganisasikan kekuatan militernya. Hamas juga rajin melakukan serangan ke wilayah Israel sampai akhirnya disepakati gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Juni 2008. 14 November 2008 Hamas melancarkan serangan roket ke wilayah selatan Israel sebagai tanggapan atas tewasnya 11 militan Hamas. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata. 19 Desember 2008 Hamas secara resmi menyatakan gencatan senjata berakhir karena menganggap Israel tidak bisa memenuhi sarat dan kewajiban mendasar.

Akhir desember 2008 Israel melakukan serangan udara ke wilayah Gaza dalam upaya melumpuhkan kekuatan Hamas dan dilanjutkan dengan serangan darat. Perang masih terus berlanjut dan ribuan korban telah jatuh.

Menyikapi konflik terakhir di wilayah gaza, negara-negara Arab berencana mengadakan konferensi darurat di Doha. Pertemuan ditujukan untuk menyatukan suara negara-negara Arab dalam menyikapi konflik yang terjadi. Namun Mesir dan Saudi memboikot pertemuan tersebut karena kehadiran Iran dan Syria (pendukung Hamas). Mesir dan Saudi takut pertemuan itu dimanfaatkan oleh Hamas dan dua pendukungnya (Iran dan Syria) untuk menyampaikan posisi garis keras yang akhirnya menghalangi langkah Mesir untuk melakukan upaya damai.

POIN DAN ULASAN

Begitu banyak orang-orang Islam yang berpandangan bahwa ketika seseorang itu beragama yahudi atau keturunan bangsa yahudi, berarti dia itu salah. Dalam hal apapun orang yahudi itu pasti salah. kalau ada persengketaan antara orang yahudi dan orang Islam, maka orang yahudi tersebut pasti salah. Tidak perlu dilihat permasalahan dan faktanya, pokoknya yahudi itu pasti salah dan jahat.

Pandangan seperti ini membuat kita tidak pernah bisa bersikap adil. Ketika kita selalu membela salah satu fihak tanpa mau mengetahui duduk permasalahan sebuah pertikaian, berarti kita adalah orang yang zalim. Dalam konflik Arab-Israel sudah pasti ada kesalahan dan kebenaran pada masing-masing fihak. Dimana letak salah dan benarnya tidak mungkin kita ketahui jika kita tidak mau membaca dan mempelajarinya dengan hati-hati.

Pandangan yang zalim dan salah dalam hal ini bukan melulu milik orang-orang Islam yang tak berpendidikan. Kaum terpelajar bahkan sampai para pejabat di kalangan orang-orang Islampun banyak yang tidak tahu bahwa di Palestina ada begitu banyak faksi dan kepentingan. Mereka juga tidak pernah tahu bahwa mayoritas penduduk Israel menginginkan berdirinya negara palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai.

Berapa banyak saudara kita yang tidak tahu bahwa di antara faksi-faksi pejuang Palestina itu adalah komunis. Bahwa hampir 20 persen penduduk Israel itu adalah orang arab beragama Islam. bahwa kekayaan dan omset PLO di seluruh dunia mencapai 50 milyar dollar. Bahwa yang sejak pertama tidak menginginkan berdirinya negara Palestina dalah orang-orang Arab. Berapa banyak saudara kita (juga saya) yang tidak tahu fakta-fakta yang lain lagi.

Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, apa yang saya tulis di sini tidaklah lengkap dan detail dan saya juga bukan orang yang sangat mengerti dan ahli dalam konflik Arab-Palestina beserta segala permasalahannya. Saya hanya mengajak diri saya dan beberapa dari saudara kita menyadari bahwa begitu banyak yang kita tidak ketahui mengenai konflik Arab-Palestina ini dan karena itu kita wajib mencari tahu agar kita terhindar dari pernyataan-pernyataan yang zalim.


Dari sejarah Konflik Arab-Israel ada beberapa poin yang bisa kita catat:

- Imigran Yahudi dari Eropa menguasai tanah di wilayah tersebut dari penguasa Turki dan dari orang-orang Arab. Dengan modal yang besar Imigran Yahudi mendirikan kota-kota, pabrik dan membuka lahan pertanian di wilayah yang diperoleh dengan membeli (bukan merampas). Meskipun ada beberapa kasus di mana imigran yahudi menggunakan bantuan dari warga Lebanon untuk membeli tanah dengan menggunakan nama orang Lebanon dan balik nama belakangan (ini terjadi ketika fihak arab mulai membatasi pembelian tanah oleh yahudi). Dalam kasus sepeti itupun, pembelian tersebut tetap sah. Memang ada taktik curang dan licik, tapi tetap pembelian namanya, bukan perampasan.
Kasus seperti ini banyak terjadi, dimana orang-orang arab akhirnya diusir dari lahan pertanian tempat mereka dan keluarganya menggantungkan nasib dan hidup sejak lama. Beberapa orang yahudi menggambarkan kisah sedih orang-orang arab yang terusir dengan cara seperti ini. Salah seorang Yahudi menulis "bahkan ternak merekapun ikut menangis".
Ini memang sebuah kekejaman dan kelicikan. Penduduk pribumi yang selama puluhan tahun bekerja dan menggantungkan hidup dari bekerja di pertanian seperti ini harus diusir karena orang yahudi lebih memilih mempekerjakan sesama yahudi ketika mereka berhasil membeli tanah. Sekali lagi, pengusiran semacam ini meskipun kejam dan keji, tetaplah sah karena yang mengusir memang telah memiliki tanah tersebut dengan membelinya. Bukan mengusir pribumi dari tanah yang dimilikinya.

- Setelah menguasai tanah, orang-orang yahudi lebih memilih mempekerjakan sesama yahudi daripada penduduk arab. Orang-orang arab yang merasa sebagai pribumi marah atas diskriminasi dari orang-orang yahudi tersebut. Pada tahun 1929 pribumi arab melakukan pembantaian terhadap orang-orang yahudi dan menewaskan 67 orang. Apapun alasannya, pembunuhan semacam ini adalah salah. Apakah pembantaian orang-orang keturunan Cina di Indonesia sejak zaman Soekarno sampai penjarahan pada Mei 1998 di Indonesia bisa dibenarkan? Apakah kalau keturunan Cina lebih kaya dan lebih suka berbisnis dengan sesama keturunan Cina lantas kita pribumi boleh menjarah dan membakar tokonya atau membunuh mereka?

Di sinilah perlunya ilmu pengetahuan dan informasi. Fihak yang menguasai pengetahuan dan informasi, apalagi dengan tersedianya modal dialah yang akan
menang dan makmur. Mengapa orang keturunan Cina dan Yahudi lebih sukses? Tentu saja karena mereka lebih pandai dan lebih rajin. Kalau pribumi tidak
mau Keturunan Cina memiliki tanah, kenapa kita mau menjualnya? kalau orang arab tidak mau yahudi memiliki tanah di palestina, kenapa mereka terus
menjualnya?

- Penduduk arab dan yahudi membantu Inggris dalam perang melawan kesultanan Turki yang selama ratusan tahun menguasai seluruh wilayah Arab. Dalam hal
ini orang arab lebih percaya kepada Inggris daripada kesultanan Turki yang muslim. Ketika wilayah Arab dikuasai oleh bani Abbasiyah, Umayah dan dinasti-dinasti lain yang juga korup dan bengis, mereka tidak merasa kekuasaan daulah-daulah tersebut sebagai penjajah karena mereka sama-sama arab. Begitu pula ketika diansti-dinasti arab menguasai Turki dan spanyol, mereka tidak pernah mengatakan itu sebagai penjajahan. Inilah diantara cara pandang yang zalim.

- Bantuan tentara dan dana yahudi kepada Inggris dalam perang dunia pertama membuat Lord Balfour mengeluarkan Piagam yang memberikan hak kepada kaum
Yahudi untuk mendirikan sebuah negara di wilayah Palestina. Karena pertikaian yang terus berlangsung antara orang-orangArab dan Yahudi, dan tentu saja atas lobby zionis yang memang berencana mendirikan negara israel, PBB memutuskan dibentuknya dua negara Yahudi dan Arab di wilayah tersebut. Wilayah masing-masing negara ditentukan dari penguasaan tanah masing-masing
kelompok.

- Negara-negara Arab di sekitar wilayah tersebut tidak setuju dengan berdirinya negara Israel maupun palestina. Mesir menginginkan wilayah barat dari
British Mandate of Palestine sebagai wilayahnya. Jordan menginginkan wilayah sebelah timur sebagai wilayahnya. Dengan demikian, yang pertama kali menghalangi berdirinya negara Palestina adalah orang arab, bukan orang Israel.

- Orang-orang arab menganggap bani Israil tidak berhak tinggal dan mendirikan negara di wilayah tersebut. Mereka menolak berdirinya negara Israel sekaligus jugatidak menginginkan adanya negara Palestina. Koalisi arab justru menginvasi wilayah Palestina dan mengepung Israel. Israel berhasil memukul mundur
mereka. Wilayah israel menjadi semakin luas karena perang tersebut. Israel dan koalisi arab setuju gencatan senjata. Koalisi arab juga mengakui perluasan wilayah Israel tersebut pada tahun 1949. Jadi meluasnya wilayah Israel dari batas yang ditentukan oleh PBB itu diakui oleh koalisi arab. Hal tersebut dikarenakan kesalahan koalisi arab sendiri yang melakukan invasi dan serangan.

- Di sini patut kita ajukan sebuah pertanyaan (pertanyaan yang juga sering ditanyakan oleh orang Israel); kalau orang yahudi dianggap tidak berhak tinggal dan mendirikan negara di wilayah Israel yang sekarang, Bisakah orang arab menunjukkan satu saja tempat lain di dunia ini yang lebih layak dan lebih memiliki hubungan sejarah dengan bani Israil serta lebih tepat untuk mendirikan negara Israel? Ada beberapa tempat selain Israel yang ada sekarang ini yang mempunyai hubungan sejarah dengan bani Israil. Di antara tempat itu adalah Mesir, karena Nabi yusuf dan bani Israil lama tinggal di Mesir. Tempat lainnya adalah Madinah dan Khaibar. Tentu saja orang arab tidak bisa menyebutkan satu tempatpun di dunia yang lebih layak ditinggali dan lebih punya hubungan sejarah dengan bani Israil. Orang arab juga tidak akan mungkin menunjuk Mesir atau Madinah.

- Yang pertama kali melakukan invasi dan serangan adalah negara-negara arab tanpa memikirkan berdirinya sebuah negara Palestina merdeka. Yang berulang kali melanggar perjanjian damai dan kesepakatan juga adalah negara-negara koalisi Arab sampai akhirnya Mesir dan Jordan menyadari bahwa mereka tidak bisa selamanya bertika dan sudah saatnya hidup berdampingan dengan damai.

- Sorry beberapa poin di bagian ini belum selesai :P
- Sejak awal, alasan yang paling utama namun tidak pernah diakui oleh orang-orang arab atas penolakan berdirinya negara Israel adalah karena mereka yahudi. Karena mereka itu bani israil. Wilayah Palestina/Israel yang dulunya dikuasai Turki akhirnya dikuasai Inggris. Selama 500 tahun lebih, tidak ada negara di wilayah tersebut. yang ada adalah sebuah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki lalu pindah menjadi wilayah kekuasaan Inggris. Orang arab maupun yahudi di wilayah tersebut berarti hidup di sebuah wilayah jajahan, baik jajahan Turki maupun Inggris.
Sebelum berakhirnya masa penjajahan Inggris, baik orang arab maupun yahudi sama-sama memiliki tanah yang luas. Tanah yang dimiliki oleh masing-masing kelompok tersebut sama-sama didapatkan dengan cara yang sah. Karena fihak arab memiliki tanah tersebut dengan cara sah, maka tidak ada yang boleh merebut atau mengusir mereka dari tanah miliknya. Demikian juga fihak yahudi. Mereka memiliki tanah mereka dengan cara yang sah. Tidak ada yang berhak mengusir atau mengambil paksa tanah mereka. Dan tidak masuk akal kalau ada orang yang mengatakan bahwa yahudi yang tinggal di atas tanah yang mereka dapatkan dengan cara sah itu tidak berhak tinggal di sana.
Nah jika wilayah jajahan ini ditinggalkan oleh yang menjajah atau yang menguasai, berarti wilayah tersebut berhak merdeka. Ketika merdeka, mereka boleh dan berhak menjadi sebuah negara merdeka ataupun menjadi dua negara merdeka jika dua kelompok yang ada di dalamnya tidak bisa bersatu di dalam satu negara yang merdeka. Ini artinya, orang arab berhak merdeka di atas tanah yang dimilikinya. Orang yahudi juga berhak merdeka dia tas tanah yang dimiliknya.
Hak merdeka dari masing-masing fihak ini ada karena sebelumnya tidak ada negara di situ, yang ada adalah wilayah yang sikuasai penjajah. Karena fihak arab dan yahudi terus bertengkar, berarti mereka tidak bisa merdeka di dalam satu negara saja. Karena itu PBB memutuskan untuk berdirinya dua negara merdeka, satu negara untuk kaum yahudi dan satu lagi untuk orang-orang arab.
Dengan demikian kalau dua negara itu jadi terbentuk, maka keduanya adalah negara yang terbentuk secara sah. Yang tidak sah adalah invasi dari fihak Mesir dan Jordan yang menginginkan wilayah tersebut menjadi bagian dari negara Mesir dan Jordan. Meskipun tidak sah, invasi ini didukung oleh semua orang arab.

Ketika Israel menerima pembagian oleh PBB dan segera mendeklarasikan kemerdekaan, tidak ada suara rakyat Palestina sendiri yang mewakili mereka di dunia internasional. Yang ada justru suara negara-negara arab tetangganya. Padahal tetangga-tetangga ini tidak menginginkan adanya negara Palestina ataupun Israel karena mereka ingin menguasai wilayah tersebut. Suara rakyat Palestina sendiri di dunia Internasional baru terwakili setelah dibentuknya PLO tahun 1964.
Anehnya PLO menginginkan wilayah jajahan tersebut menjadi satu negara merdeka saja dibawah kepemimpinan orang-orang arab. Mereka menginginkan berdirinya negara Palestina arab saja. Padahal jelas-jelas di situ ada orang yahudi yang menguasai begitu luas tanah secara sah di wilayah bekas jajahan tersebut. Bahkan Fihak yahudi sudah mendeklarasikan kemerdekaannya. PLO juga tahu bahwa dari awal kelompok yahudi dan arab terus bertengkar dan karena itu diputuskan untuk mendirikan dua negara yang merdeka.

Sampai dibentuknya PLO (sepuluh tahun setelah kemerdekaan Israel), orang Palestina dan arab lainnya tidak segera mendeklarasikan kemerdekaan negara Palestina. Baru 30 tahun kemudian, pada tahun 1988 mereka mendeklarasikan kemerdekaan. Namun deklarasi kemerdekaan tersebut tidak menyebutkan batas wilayah yang jelas dan bahkan mengisyaratkan bahwa wilayah yang baru dideklarasikan tersebut mencakup wilayah Israel yang jelas-jelas sudah merdeka.
Deklarasi yang janggal ini akhirnya tidak pernah diakui secara internasional.

Begitu banyaknya faksi-faksi yang korup dan kepentingan di dalam palestina membuat keadaan semakin rumit. Setiap faksi mengambil keuntungan untuk
kelompoknya. Nasib rakyat Palestina bukan perhatian utama. Kebencian terhadap yahudi dipergunakan berbagai kelompok untuk memelihara konflik dan mengambil keuntungan darinya. Faksi-faksi di dalam Palestina memiliki kekayaan dan omset milyaran dollar di seluruh dunia. PLO pernah tercatat memiliki kekayaan sampai 50 milyar dollar.

Beberapa orang akhirnya menyadari kebutuhan rakyat Palestina akan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Datangnya kesadaran itu ketika korban sudah tak terhitung jumlahnya. Kenapa kesadaran itu datang begitu terlambat? Kenapa kesadaran itu tidak datang ketika wilayah yang diperuntukkan untuk palestina masih luas? Kenapa kesadaran itu tidak datang ketika aliran konservatif yahudi di Israel belum sekuat sekarang? Kesadaran yang terlambat inipun masih ditambah pula oleh adanya kelompok-kelompok yang tetap tidak menginginkan perdamaian.

Bersambung,,, kurang dikit lagi hehehhe,,,

Assalam Alaikum,

Nampaknya masih banyak yang malas membaca betul2, lalu teriak2. Kalau anda malas membaca dengan sungguh2 dan sabar, lebih baik jangan komentar.

Untuk referensi, banyak yg bisa anda baca misalnya bukunya abdul wahab almasiry; "almausu'ah" untuk kejadian2 seperti deir yasin , shabra shatila dan lain2.

untuk konflik 48 dan seputar itu bisa anda baca;

Joseph, Dov. The Faithful City – The Siege of Jerusalem, 1948. Simon and Schuster, 1960

Khalidi, Rashid (2001). The Palestinians and 1948: the underlying causes of failure. In Eugene Rogan and Avi Shlaim (eds.). The War for Palestine (pp. 12–36). Cambridge: Cambridge University Press

Morris, Benny (2001). Righteous Victims: A History of the Zionist-Arab Conflict, 1881–2001. Vintage Books

Selanjutnya baca juga;

- "Irwin Cotler: Jewish Refugees From Arab Countries: The Case For Rights And Redress"

- 'Egypt Closes Gulf Of Aqaba To Israel Ships: Defiant move by Nasser raises Middle East tension', The Times, Tuesday, May 23, 1967; pg. 1; Issue 56948; col A.

- a b "Israel: The Yom Kippur War". Encyclopædia Britannica. Retrieved March 3, 2007.

Madiha Rashid al Madfai, Jordan, the United States and the Middle East Peace Process, 1974–1991, Cambridge Middle East Library, Cambridge University Press (1993).

- Encyclopedia of the Palestinians; by Philip Mattar; 2005
- a b Israel-PLO Recognition – Exchange of Letters between PM Rabin and Chairman Arafat – 9–1 Sept, 993

Paling mudah kalau anda mau ngecek kebenaran yg ada di tulisan ini, anda cari saja di internet referensinya per kasus, misalnya tentang PLO, PLO di Jordan, British Mandate, Intifadah dan lain2. anda cek per kasus anda akan dapatkan banyak sekali sumber dan referensi yg valid di internet, banyak file bentuk pdf.

Untuk komunitas muslim arab di dalam negara Israel anda bisa baca Donna Rosenthal; the israelis. dan banyak lagi buku2 yg bisa anda baca. Masalahnya and amalas baca atau tidak? Faham buku berbahasa Arab dan Inggris atau tidak?

Saya dulu nulis waktu masih di Cairo, mudah cari buku murah di Attabah.

Adpun untuk resolusi2 PBB itu juga mudah sekali mencari rujukannya. Masalahnya untuk orang yang malas membaca, ya gak akan nyambung. Lha wong baca ragkuman yg cuma segini saja pada malas baca beneran, apalagi baca buku2 atau document2 yg saya sebutkan itu.

Untuk koalisi arab-yahudi yg dukung sekutu melawan Turki Usmani juga banyaaak seabrek rujukan bisa anda temukan. sekali lagi jangan malas. Adapun Orang arab yg enganggap Tukri sebagai penjajah, itu ukan rahasia lagi. Saya bahkan pernah pergi ke Sinai naik gunung diatas St' Catherine dengan temen2 dari Turki, waktu nyari toilet untuk kencing, kami yg 3 orang dari Indo diizinkan. Yg dari turki dilarang, kata yg jaga toilet, turki itu penjajah. Astaghfirullah, sampai segitunya.

Maaf, saya harus hapus komentar2 bodoh yg menunjukkan orangnya tidak baca rangkuman sejarah di atas itu dengan sungguh2, dan buta hati. apalagi mereka ngaku sebagai muslim, sangat memalukan orang ISlam. Menjadi musli itu harus adil dalam berfikir, dalam menghakimi serta dalam bertindak. Allah hanya memberikan kemenangan dan keunggulan kepada yang pintar, adil dan baik. Ratusan tahun umat Islam terpuruk ya karena banyak umat Islam yg dungu2 tidak au belajar, tidak mau membaca, hobby dengan hasutan dan fanatisme.



Untuk bang monang padmi nasution dan lain2 yg malas baca bagaimana orang Yahudi beli tanah, ini saya kasih link silakan baca;

http://www.wildolive.co.uk/Stolen%20land.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Jewish_land_purchase_in_Palestine

Turki Usmani melarang gerakan zionisme beli tanah atau bikin negara israel di wilayah itu. Tapi pembelian perorangan banyak terjadi, kolaborasi pejabat2 turki dan orang2 kaya mafia tanah dari syria, irak dan lain2 memanfaatkan hal terseut. Mirip mafia tanah kalau ada proyek pemerintah di RI. KOlaborasi pejabat korup dan orang2 kaya itu menjual tanah2 itu ke yahudi kaya degan harga sangat tinggi.

Silakan baca itu link, atau sumber2 lain. Jangan malas intinya.







Read more! Baca selengkapnya!

Sunday, October 05, 2008

Pluralisme: Harmoni Dalam Keberagaman *

Pluralis sebagai sebuah sikap adalah memiliki kesadaran bahwa dunia ini tercipta dengan berbagai warna. Kesadaran bahwa isi kepala bermilyar manusia di bumi ini tidak mungkin dirangkai paksa menjadi sebentuk kesepakatan tunggal. Sebuah sikap yang pada gilirannya akan mewujud sebagai toleransi. Pluralisme dalam kehidupan sosial adalah sebuah masyarakat yang mewadahi berbagai macam etnis, ras, agama dan kelompok yang masing-masing memiliki hak mempraktekkan dan mengembangkan kultur tradisional dan keyakinannya dalam bingkai peradaban (within the confines of a common civilization ).

Namun dalam perkembangannya, religious pluralism tidak hanya berarti sikap toleransi antar umat beragama. Pluralisme lebih dari sekedar menerima keberagaman (diversity). Toleransi dianggap sebagai kebaikan yang menipu (deceptive virtue). Bahkan toleransi sering menjadi penghalang bagi pluralisme yang sesungguhnya ( Diana L. Eck: The Challenge of Pluralism). Pluralisme menghendaki semacam “peleburan” , sebuah pertemuan yang sejati dan interrelasi yang kemudian membentuk wajah baru dari realitas keberagamaan yang plural ( Diana L. Eck: From Diversity to Pluralism ).

Ini berarti setiap individu dituntut untuk berani mempertanyakan keimanan masing-masing dan membuka diri terhadap kemungkinan kebenaran yang datang dari fihak lain karena setiap agama mengandung porsi kebenaran. Ulama semisal John Hick meyakini bahwa ada perbedaan antara entitas kebenaran hakiki dan persepsi atas kebenaran tersebut. Sesuatu bisa bersifat benar secara mutlak pada dirinya (in itself) namun dalam domain persepsi manusia, kebenaran sesuatu tersebut hanyalah bersifat relatif. Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa manusia tidak pernah mampu memahami Tuhan, apa yang difahami manusia mengenai tuhan hanyalah persepsi dan bersifat relatif (John Hick: An Interpretation of Religion).

Dengan menganut pandangan dualistik Kant semacam ini Hick menganggap tidak ada manusia yang mengetahui kebenaran mutlak. Oleh karenanya tidak ada penganut agama apapun yang memiliki iman paling benar. Karena tidak mungkin bagi seorang pemeluk agama tertentu sampai kepada kebenaran mutlak, maka seyogyanya ia bersedia berdialog dengan pemeluk agama lain dan mengambil kebenaran darinya. Dengan kesadaran semacam ini diharapkan akan lahir sebuah mutual understanding dan interrelasi dari para penganut agama yang berbeda yang pada akhirnya menciptakan sebuah keharmonisan.

Pluralisme agama dalam artian inilah barangkali yang ditolak oleh MUI. Pemahaman semacam ini akan mengaburkan nilai-nilai dan ajaran setiap agama. Merendahkan kesucian agama dan memperlakukannya seolah-olah ia hanyalah sebuah ajaran filsafat atau produk riset ilmiah yang sewaktu-waktu bisa batal jika ilmuwan lain menemukan bukti-bukti baru yang bertentangan dengannnya.

Beberapa intelektual muslim berusaha membela pemahaman ala Hick ini dengan mencarikannya dalil-dalil dari kitab suci. Diantara argumen yang digunakan mereka adalah bahwa kata Islam dalam Al Quran haruslah difahami sebagai kata kerja, bukan sebagai kata benda yang menunjuk (to designate) pada sebuah nama agama; yaitu agama Islam seperti yang kita ketahui. Kata Islam dalam surat Al Baqoroh ayat 257 tersebut harus difahami sebagai sebuah tindakan dan sikap menyerah diri (the act of submission).

Dalam pandangan mereka, pesan tuhan yang sebenarnya dan yang menjamin keselamatan ( salvation) manusia di akhirat adalah penyerahan diri terhadap tuhan ini. Tidak penting apakah penyerahan diri ini mengambil bentuk sebagai ajaran Musa, Isa, Ibrahim, Muhammad atau nabi-nabi yang lain (Sayyid Muhammad Rizvi dalam pengantar Islam and Religious Pluralism).




Sebagian penggiat pluralisme dari kalangan Islam terjebak dalam pembahasan “Divine Justice”. Untuk mendorong sikap toleransi dan pluralisme religius mereka mengemukakan pemikiran bahwa semua kelompok masyarakat dengan beragam agamanya yang mengajarkan kebaikan haruslah meraih keselamatan di hari kemudian atas dasar keadilan tuhan. Oleh karenanya semua umat beragama adalah saudara dan menyembah tuhan yang sama. Ritual dan teknis penyembahan yang berbeda tidak menjadikan masing-masing sebagai kafir dan tersesat.

Pertanyaan mengenai apakah kebajikan yang dilakukan oleh non-muslim diterima oleh tuhan menjadi perbincangan serius di kalangan mereka. Kalau diterima, lalu apa bedanya dengan muslim. Kalau tidak diterima berarti tidak ada salahnya bagi mereka untuk tidak melakukan kebajikan. Tapi kalau tidak diterima dan tiada pahala bagi mereka, lalu di mana keadilan tuhan?

Ayatullah Murtadha Mutahhari, salah seorang ulama besar Iran yang jernih menanggapi pertanyaan semacam ini dengan mengatakan bahwa keselamatan dan nasib setiap individu ada pada tangan tuhan. Keadilan tuhan adalah sesuatu yang harus kita imani, dan bahwa kasih sayang tuhan mendahului murkanya (His mercy precedes His anger). Manusia tidak memiliki wewenang apapun untuk menghakimi bahwa seseorang atau suatu kelompok manusia akan masuk neraka atau surga. Kewajiban kita adalah berbuat baik sesuai yang diperintahkan dan menghargai kebaikan pemeluk agama apapun tanpa mempersoalkan diterima atau tidaknya suatu kebajikan oleh tuhan (Mutahhari: Islam And Religious Pluralism 2004).

Keselarasan bukan peleburan

Menciptakan keharmonisan antar pemeluk agama yang berbeda tidak meniscayakan sebuah peleburan teologi, atau dalam istilah Hick; teologi pluralis atau korelasional. Dialog antar iman haruslah bertujuan untuk saling memahami rasionalitas setiap ajaran agar bisa menghormati perbedaan persepsi masing-masing mengenai iman dan aktualisasinya -- betapapun absurdnya sebuah ajaran bagi penganut agama yang lain. Bukan untuk saling meminjam kebenaran. Ide tentang saling mengisi kebenaran dari kebenaran yang dikandung oleh ajaran lain justru merupakan sebuah usaha penyeragaman.

Al Quran 5:48 memberi petunjuk bahwa jika Allah berkehendak, maka Dia bisa menjadikan seluruh manusia ini satu umat yang seragam. Tapi Allah justru menentukan sebaliknya. Keberagaman dalam segala sisi kehidupan adalah sunnatullah. Termasuk dalam beragama. Nurcholish Madjid menyebut keberagaman semacam ini sebagai sebuah persoalan komunitas manusia, sebuah bentuk dari hukum tuhan (sunnatullah), dan menjadi hak prerogatif tuhan untuk mengetahui dan menjelaskan nanti di hari kemudian, mengapa orang-orang berbeda satu sama lain dalam berbagai hal (Nurcholish Madjid: Pluralisme Agama di Indonesia, Ulumul Quran No. 3 Vol. VI 1995).

Keinsyafan akan sunnatullah ini haruslah mendorong para pemeluk agama yang berbeda (terutama Islam) untuk selalu berlaku adil dalam memandang kelompok lain dan agamanya serta mampu menerima kenyataan pluralitas. Ini berarti bahwa setiap individu tetap meyakini kebenaran tertinggi ajaran agama yang dianut beserta konsep iman dan keselamatannya (salvation). Meskipun secara adil juga mampu melihat bahwa ajaran agama lain juga mengandung kebaikan dan kebenaran.

Dengan kata lain, religious pluralism haruslah dimaknai sebagai sebuah toleransi yang lahir dari saling memahami rasionalitas ajaran masing-masing agama serta keinsyafan dan kesadaran positif bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan sunnatullah. Pluralisme adalah mampu menciptakan harmoni dalam keberagaman. Pluralisme mazhab inilah yan kita butuhkan di Indonesia. Pluralisme religius yang menghendaki “peleburan” dan “saling menyempurnakan” adalah absurd.


Mitos Bhinneka Tunggal Ika

Gelar sebagai bangsa yang santun, ramah, rukun, tepo seliro, penuh semangat gotong-royong dan saling menghormati serta seabrek pujian sebagai pemegang keluhuran nilai ketimuran yang adiluhung agaknya merupakan sebuah kemewahan yang tak lagi bisa kita nikmati (a luxury we can no longer indulge). Kekerasan dan kerusuhan dalam dasawarsa terakhir ini saja sudah cukup untuk menghancurkan mitos tentang Indonesia yang beradab.

Lalu, keluhuran budi pekerti dan mantra sakti Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini kita percayai itu apakah hanya mitos atau alat propaganda penguasa untuk membodohi rakyat dan menutupi fakta bahwa sebenarnya ada potensi konflik yang begitu besar di dalam tubuh Indonesia? Atau sebaliknya; bangsa Indonesia memang bangsa yang beradab dan kebanyakan kerusuhan serta konflik yang terjadi adalah akibat ulah para politikus yang sengaja ingin memancing di air keruh? Setidaknya demikian Yudi Latief membaca insiden Monas 1 Juni 2008 yang lalu (Gatra 19 Juni 2008).

Dan kalau kita boleh menambah satu “atau” lagi, mungkinkah kerusuhan dan konflik yang terjadi tersebut adalah rekayasa kekuatan asing untuk melancarkan agendanya sebagaimana diakui oleh John Perkins dalam Confessions-nya?

Begitu banyak pertanyaan, dan jawabannyapun tak kalah berbilang. Yang pasti, Fenomena Indonesia adalah keajaiban. Lebih dari tiga ratus etnis dengan tiga ratus bahasa dan enam ratus dialek, dengan beragam agama dan kepercayaan juga budaya, serta tersebar di atas ratusan pulau – ribuan pulau belum dihuni, bahkan ribuan yang lain belum dinamai -- bisa diyakinkan untuk menjadi satu bangsa; Indonesia.

Tak ada negara yang lebih kompleks dari Indonesia. Juga tak ada yang lebih kaya dari Indonesia. Pada era kolonialisme, Eropa menganggap Indonesia adalah harta karun paling berharga, melebihi negeri manapun termasuk benua Amerika. Ketika Columbus memulai pelayaran pada 1492, bukan benua Amerika tujuannya tapi Indonesia (bukan India). Namun mengurus keberagaman dan kekayaan adalah hal yang sangat sulit sehingga Soekarnopun merasa bahwa mengusir belanda lebih mudah daripada memimpin Indonesia (John Perkins: Confessions of an Economic Hitman, 2004 hal. 20-21).

Meskipun demikian, boleh kita katakan pluralisme di Indonesia secara umum tidaklah buruk. Sebagian besar kerusuhan yang terjadi di Indonesia berlatar belakang politik. Jika dilihat secara mendalam, hampir tidak ada kerusuhan yang murni berlatar belakang SARA.

Amerika Serikat yang mengaku sebagai panutan demokrasi memilki catatan yang tak begitu baik mengenai kekerasan terhadap etnis dan penganut agama minoritas – tanpa latar belakang politik. Sebagai negara yang mempopulerkan konsep teologi pluralis dan dialog interfaith, Amerika juga bukan bangsa yang mengamalkannya dengan baik. Diana L. Eck menyindir orang Amerika dengan mengatakan bahwa meskipun setiap orang Amerika memegang coin dengan motto E Pluribus Unum – out of many One, orang Amerika masih bingung memaknai kata plrualisme. Meskipun banyak orang Amerika yang mengenal nama-nama agama, namun hanya sedikit yang benar-benar ngeh (Diana L. Eck: The Challenge of Pluralism, Nieman Reports "God in the Newsroom" Issue Vol. XLVII, No. 2, 1993).

Adapun kekerasan dan kerusuhan di negeri kita kebanyakan terjadi karena kita terlalu mudah dibodohi. Kita mudah ditunggangi dan cepat sekali termakan hasutan. Kebodohanlah ancaman terbesar pluralisme serta persatuan dan kesatuan Indonesia. Saya masih percaya Bhinneka Tunggal Ika bukan mitos. Banyak momen ketika rasa nasionalisme kita tergugah dan kita mampu bersatu sebagai bangsa Indonesia despite perbedaan agama, kepercayaan dan suku.

* Dimuat dalam jurnal Afkar PCINU Mesir

Read more! Baca selengkapnya!
Site Meter